LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Apa itu Jurnalisme Data? - Leko NTT

Apa itu Jurnalisme Data?


Pertanyaan pada para jurnalis yang akan mengikuti pelatihan Jurnalisme Data Isu Kesehatan
di Denpasar. Credit Photo: LekoNTT.com

Denpasar, LekoNTT.com-Apa yang anda ketahui tentang Jurnalisme Data?” pertanyaan yang terpampang pada layar proyektor tempat pelatihan ‘Jurnalisme Data Isu Kesehatan’ itu seolah menanyakan langsung pada para jurnalis yang telah duduk sesuai pembagian kelompok di aula tempat kegiatan berlangsung. Beberapa peserta terlihat masih mencari tempat duduk. Sementara panitia dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) sedang memastikan peralatan dukungan telah siap untuk memulai kegiatan yang rencananya berlangsung pada 29-30 Juli 2024 di Ball Room Hotel Four Trans-Denpasar.

Pelatihan Jurnalisme Data ini terselenggara atas kerjasama antara: Aliansi Jurnalis Independen-Indonesia pusat dengan dukungan dari Kedutaan Besar Australia. AJI pusat turut mengandeng Aliansi Jurnalis Independen Cabang-Denpasar sebagai tuan rumah dari rangkaian tour tiga kota setelah sebelumnya pelatihan yang sama diselenggarakan di Jakarta dan Makasar.

Bagi tiga puluh orang jurnalis yang terlibat, pelatihan ini merupakan kesempatan untuk mempelajari lebih dalam apa itu jurnalisme data. Ketiga puluh jurnalis tersebut datang dari Banjarmasin, Denpasar, Kendari, Kupang, Manado, Mataram, Flores dan Pontianak.

Pelatihan Jurnalisme data isu kesehatan hari pertama terbagi dalam tiga sesi. Sesi pertama, mulai dengan sambutan dari Amelia Mekel perwakilan Kedutaan Besar Australia sebagai pendukung kegiatan. Ia mengatakan harapannya pelatihan ini dapat memberi pengetahuan dan sarana yang lebih baik bagi para jurnalis, untuk membantu masyarakat dalam mengambil keputusan. Acara berlanjut dengan perkenalan dari perkenalan dengan selingan tawa membahana di seluruh ruangan.

Setelah pengenalan dan sambutan, acara berturut-turut dimulai dengan mood meter, dan pre test. Mood meter untuk mengukur sejauh mana mood dari para jurnalis untuk mengikuti acara ini dan pre test untuk mengetahui pemahaman peserta mengenai Jurnalisme Data. Para peserta melakukan test yang tersedia dalam bentuk google drive.

Lalu, para jurnalis masuk dalam sesi materi pelatihan, dengan modul pertama tentang Konsep dan Tujuan Jurnalisme Data yang dibawakan secara bergantian oleh Adi Masela dan Eva Danayanti. Sesi pengenalan berlangsung dari pukul 09.00-10.00 WITA. Pelatihan jurnalisme data ini berbasis digital dengan menggunakan aplikasi excel dalam google doc atau spreed sheat.

Kemudian sesi kedua: pelatih mengajak peserta masuk dalam modul pertama Membuat Cerita Berbasis Data. Dalam Modul Pertama pelatih mengenalkan pada para jurnalis tentang Pengenalan Dokumen Induk dan Hipotesis Dalam Jurnalisme Data. Sesi Membuat Cerita Berbasis Data berlangsung dari pukul 10.00-12.00 WITA. Adi Masela dari AJI pusat terlihat berkeliling dari meja ke meja menginstruksikan para peserta bagaimana mengoperasikan master file yang sudah dibagikan pada para peserta.

Setelah istirahat dan makan siang, masih dalam modul yang sama tentang Membuat Cerita Berbasis Data; para jurnalis dibimbing oleh Adi Masela untuk Merumuskan Hipotesis dalam jurnalisme data. Perumusan hipotesa berangkat dari pertanyaan tentang persoalan yang terjadi, penyebabnya, dampak dan solusinya. Sesi perumusan hipotesis, mulai dari pukul 13.00-15.00 WITA.

Hari yang panjang untuk mengenal Jurnalisme Data. Sesi pelatihan berlanjut dengan Modul kedua Pengenalan Data. Pada sesi ini para peserta mempraktekan bagaimana Mencari Data Daring, Menavigasi Portal Data dan Mengambil Data dari Sumber Data Terbuka. Sumber Data terbuka yang dimaksud yakni, lembaga resmi negara seperti Badan Pusat Statistik, atau kementrian terkait. Materi pelatihan padat. Para jurnalis mesti berproses untuk menelaah materi. Sesi terakhir di hari pertama ini berlangsung dari pukul 15.30 sampai 17.30 WITA.

Menurut Eva Danayanti alumnus University of Colorado dengan spesifikasi Jurnalisme dan Digital Humanisme, materi Jurnalisme Data ini mesti dilatih terus-menerus, karena materi yang padat ini seharusnya diperoleh dalam waktu 2-3 semester. Pemateri berusaha meringkasnya dalam dua hari, untuk memicu para jurnalis melakukan peliputan dan penulisan berbasis data.

Hari kedua pelatihan mulai dengan agenda yang sama melihat kembali materi sehari sebelumnya, mengukur mood dan mengisi pre test. Hari kedua, peserta masuk dalam Modul Tiga, praktek Membuat Data Base dan Membersihkan Data. Sesi ini berlangsung dari pukul 9.30-11.00 WITA.

Foto bersama para peserta pelatihan Jurnalisme Data Isu Kesehatan seusai
pelatihan selama 29-30 Juli di Denpasar.Credit Photo: AJI Indonesia.

Sesi yang seru karena hampir sebagian besar jurnalis baru pertama kali mengikuti pelatihan jurnalisme data. Para jurnalis yang terbagi dalam kelompok saling bertukar tanya. Bagi yang belum sempat mengikuti instruksi pelatih akan dibimbing oleh teman kelompok.

Para peserta masih tetap duduk di ruangan. Sebagian mengantri mengambil kopi atau makanan ringan yang tersedia. Sesi berikutnya masih dengan kolaborasi antar dua pelatih tentang Mengenali Konsep Analisa Data. Sesi ini berlangsung dari pukul 11.00-12.00 WITA.

Setelah makan siang peserta kembali mendapat bimbingan dengan materi yang sama tentang Praktek Analisa Data selama dua jam. Praktek menjadi lebih muda sebab peserta telah dibantu oleh panitia dengan menyediakan master file. Pelatihan masih berlanjut setelah istirahat. Masih dalam modul yang sama, peserta diajarkan cara Menyederhanakan data. Proses pelatihan ini berlangsung dari pukul 15.30 - 17.30 WITA.

Adi Masela salah satu instruktur dari AJI Bandung, mengatakan “tantangan memaparkan materi jurnalisme data dengan proses dokumen induk dalam dua hari adalah memastikan peserta memahami konsep dan mampu mengeksekusinya.”

“Karena hanya dua hari, maka pelatih perlu menyiapkan pengisian latar belakang, aneka riset, dataset, hingga proyeksi hipotesa sampai pertanyaan turunan yang dapat dijawab dengan data,” lanjutnya.

Dalam proses normal, seluruh kebutuhan tadi seharusnya dieksekusi oleh peserta pelatihan. semua disiapkan pelatih, maka peserta perlu melakukan pendalaman dan kembali mengulang seluruh prosesnya secara mandiri agar bisa mempraktikkannya,” tutup Adi.

Ketika ditanya alasan mengapa memilih isu kesehatan, Adi menjawab “pemilihan isu kesehatan dengan topik tuberkulosis dijadikan contoh karena kebetulan hasil persiapan mendapatkan ketersediaan datanya. Tanpa ada basis data publik atau data terbuka yang memadai, proses pelatihan yang berjalan singkat selama dua hari akan sangat menantang,” kata Adi.

Meski topik Tubercolosis sudah sering disorot media. Namun, masalah itu tetap ada dan tak kunjung membaik. Ia mengharapkan “pendekatan jurnalisme berbasis data bisa jadi menghasilkan konten jurnalistik yang memberi dampak dalam upaya mengatasi penularan Tubercolosis.”

Maria jurnalis dari puankhatulistiwa.com menjelaskan “Aku sangat tertarik mengikuti pelatihan ini karena sebelumnya aku ga tau gimana dengan cara kerja metode jurnalisme data. Ini yang bikin aku penasaran, jurnalisme data itu seperti apa sih? Selain itu, jarang juga dapat pelatihan seputar isu kesehatan.”

Maria menceritakan selama ini dirinya selalu berkutat dengan isu lingkungan. Dengan mengikuti pelatihan ini dirinya berencana menerapkan jurnalisme data dalam liputannya. Apalagi, pelatihan ini pun membuka pemikirannya mengenai isu kesehatan di Indonesia.

Acara hari kedua berakhir dengan sesi foto bersama dan saling tukar cerita antara peserta dan pelatih. Para peserta pulang dengan membawa bonus dari penyelenggara berupa data sheet laporan kesehatan. Harapan penyelenggara para peserta dapat mempraktikan materi yang telah diperoleh di medianya-masing-masing sesuai dengan isu yang menjadi fokus medianya.(AM/LekoNTT)


Related Posts:

0 Response to "Apa itu Jurnalisme Data?"

Posting Komentar