Ilustrasi pekerja migran yang ditahan/thinkstocksphotos/AM/Desember 2022. |
Malaysia, LEKONTT. Video yang tersebar luas mengenai kondisi
Depo Tahanan Imigrasi (DPI) Malaysia memicu kecaman publik. Dari video yang
beredar luar terungkap fakta menyedihkan mengenai kondisi para pekerja migran
Indonesia di rumah tahan imigrasi Malaysia.
Video tersebut seolah
melengkapi investigasi Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) atas para pekerja
migran yang ditahan dalam rumah tahanan dan yang telah dideportasi kembali ke
Indonesia.
Menurut Koalisi Buruh
Migran Berdaulat sesuai rilis yang diterima redaksi, pada
periode Januari 2021 sampai Maret 2022, sedikitnya Tujuh Belas tahanan
berkewarganegaraan Indonesia di Depo
Tahan Imigrasi-Tawau telah meninggal dunia ketika menunggu proses deportasi. Hanya dalam Lima bulan, Empat
belas nyawa melayang yakni pada
bulan Juli sampai November 2021.
Dalam Laporan Ketiga berjudul: “Seperti Di Neraka, Kondisi Pusat Tahanan Imigrasi Di Sabah, Malaysia” (2022), menyibak tabir gelap Depo Tahanan Imigrasi Malaysia. Berbagai fakta menyeruak ke permukaaan, menunjukan bahwa Malaysia sama sekali tidak menghormati martabat manusia Indonesia.
Hampir seluruh deportan terkecuali yang
berasal dari Depo Tahanan
Imigrasi-Sandakan menderita penyakit kulit akut. Baik
bayi, anak-anak, orang dewasa dan lanjut usia menderita penyakit kulit,
terutama skabies (kudis). Mulai dari
yang infeksinya hanya terjadi pada bagian tubuh tertentu, hingga telah menyebar ke
sekujur tubuh. Dari yang tampak ringan sampai bernanah.
Seorang deportan anak berusia tujuh tahun yang menyaksikan ibunya meninggal di Depo Tahanan Imigrasi-Sandakan. Selama enam bulan dalam tahanan, ibunya mengeluhkan sakit pada bagian perut dan kesulitan bangun. Namun bantuan medis terlambat. Ibunya baru dilarikan kerumah sakit ketika keadannya semakin buruk. Seminggu setelah itu, sang anak mendapat kabar jika ibunya sudah meninggal.
Penderitaan seolah tak
berujung. Ruang tahanan depo imigrasi penuh sesak, kotor dan tanpa
sinar matahari. Pada Depo Tahan
Imigrasi di Sabah mengalami persoalan kelebihan kapasitas.
Dengan rata-rata luas Delapan kali
Dua Belas meter, setiap blok umumnya dihuni oleh 200-260
orang. Setiap rumah tahanan diperkirakan memiliki Sepuluh
sampai Empat Belas blok di dalamnya.
Blok tahanan juga sering terkena kemasukan air hujan.
Beberapa blok sangat bau karena kondisi toilet yang penuh dengan kotoran.
Kondisi di Sandakan sedikit lebih baik karena air bersih mengalir selama dua puluh empat jam dan
kondisinya tidak penuh sesak.
Sesuai catatan Koalisi Buruh Migran Berdaulat, sebanyak Sembilan persen atau 195 migran yang dideportasi pada periode Maret 2021 hingga Juni 2022, adalah anak-anak berusia di bawah Delapan Belas tahun, dan Lima Puluh Tujuh di antaranya adalah bayi berusia di bawah Lima tahun. Setengah dari deportan anak pernah ditahan di Depo Tahan Imigrasi-Tawau.
Seluruhnya rata-rata pernah berada di pusat
tahanan imigrasi selama tiga sampai
enam bulan. Bahkan, ada satu kasus di Depo Tahan Imigrasi-Menggatal, seorang bayi yang
lahir dan baru dideportasi ketika umurnya Tiga tahun Delapan bulan.
Derita Perempuan dan Anak
Masa penahanan anak-anak tidak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak, seperti halnya orang dewasa juga menjadi korban dari praktik penahanan berlarut-larut. Tidak ada blok khusus anak-anak, mereka semua ditahan pada blok orang dewasa.
Tahanan yang berusia di bawah Empat Belas tahun akan
ditempatkan bersama orang tuanya. Jika ia tertangkap bersama ibunya, baik anak
laki-laki maupun perempuan akan ditempatkan di blok perempuan bersama ibunya.
Apabila tertangkap bersama bapaknya (tanpa ibu), jika anak tersebut laki-laki
maka akan ditempatkan satu blok bersama bapaknya, dan jika perempuan akan
disimpan di blok perempuan.
Tahanan Perempuan juga menceritakan persoalan mereka
terkait kesehatan reproduksi. Terbatasnya air bersih membuat mereka selalu
kesulitan ketika menstruasi. Sehingga sulit bagi tahanan perempuan untuk menjaga
higienitas.
Sejak Februari 2021-April 2022, ada lima kasus wanita yang mengalami keguguran di dalam Depo Tahan Imigrasi, empat di antaranya terjadi di Depo Tahan Imigrasi-Papar.
Mereka
rentan terkena berbagai infeksi. Beberapa menyebutkan persoalan menstruasi yang
tidak teratur. Ada beberapa yang selama berbulan-bulan di tahanan imigrasi tidak pernah
lagi mengalami menstruasi.
Setiap tahanan perempuan hanya diberikan dua
buah pembalut ketika masuk ke Depo
Tahanan Imigrasi. Hal ini membuat mereka menggunakan kain
yang disobek dari pakaiannya yang terbatas untuk menjadi pembalut.
Makan-Minum Tak Sehat
Para
deportan mengaku jika mayoritas tahanan di Depo Tahan Imigrasi-Tawau mengalami keracunan, pada November 2021. Deportan
mengalami sakit perut dan diare. Saat itu belasan tahanan
dibawa ke rumah sakit.
Satu orang tahanan asal Indonesia meninggal karena keracunan makanan. Menurut beberapa tahanan yang mengenalnya, dia menderita diare lebih dari satu minggu. Para tahanan menyebut peristiwa keracunan ini sebagai kasus kencing tikus. Ada dugaan jika tempat makanan di dapur depo tahan Tawau kotor, tidak dicuci dan telah dikencingi tikus sebelumnya.
Meski kondisi
memilukan tidak ada inspeksi berkala yang dilakukan baik
oleh imigrasi maupun otoritas kesehatan di dapur-dapur pusat tahanan imigrasi.
Tidak ada tes rutin untuk menguji kelayakan, nutrisi, dan kesehatan dari
makanan dan minuman di pusat.
Ironinya, peraturan di Malaysia mewajibkan adanya inspeksi dan tes terhadap
makanan yang ada di penjara. Pemberian makan busuk ini adalah bagian dari
strategi untuk menimbulkan efek jera, membuat tahanan kapok menjadi migran tidak
berdokumen. Penghukuman lewat makanan di pusat tahanan tidak menargetkan
individu, melainkan semua tahanan yang mendekam di blok-blok yang penuh sesak.
Penyiksaan demi Penyiksaan
Seorang tahanan berusaha lari dari tempat
tahanan namun kemudian upaya melarikan diri itu gagal. Konsekuensinya, almarhum
dikeroyok oleh
petugas Depo Tahan Imigrasi di hadapan tahanan lainnya. Peristiwa pemukulan itu dengan sengaja
dipertontonkan. Sama sekali tidak dilakukan sembunyi-sembunyi.
Menurut kawan sesama tahanan, “almarhum dihantam, ditonjok dadanya, ditendang dan kejamnya dipukuli menggunakan batu merah. Tidak ada petugas yang menghantam bagian paha atau bawah. Mereka hanya mengincar dada dan kepala. Ada juga yang memukul menggunakan pipa besi.”
Meski sesamanya
disiksa di depan mata tidak ada satupun tahanan dan
keluarga korban yang berani menghentikan penganiayaan tersebut. Mereka takut akan terkena siksaan. Setelah dianiaya dengan kejam,
almarhum dengan kondisi penuh darah langsung dijebloskan ke dalam sel isolasi
sambil tangannya tetap diborgol.
Pada rumah tahan lain
seperti di Depo
Tahanan Imigrasi-Tawau dan Depo Tahan Imigrasi Papar, bagi yang ketahuan berkelahi, mereka akan diminta untuk duduk
sambil memanjangkan kaki keluar dari teralis blok tahanan. Lalu telapak kaki
mereka akan dipukul dengan pipa plastik yang di dalamnya telah ditaruh besi
panjang.
Ada yang dipukul sebanyak 10 kali, bahkan
lebih. Setelah dipukul telapak kakinya, korbanbiasanya tidak akan bisa berjalan normal
selama beberapa hari. Sehingga harus merangkak atau dipapah oleh kawannya jika
harus ke toilet.
Bentuk pengkukuman
tidak manusiawi ini berlangsung sepanjang hari. Setiap jam Enam atau Tujuh pagi waktu Malaysia, para tahanan akan diminta
untuk berhitung. Ketua blok (merupakan
tahanan yang dianggap senior yang kemudian ditunjuk oleh petugas untuk menjadi
ketua blok) akan meminta seluruh tahanan untuk berbaris berdiri. Satu baris
biasanya terdiri dari Sepuluh orang.
Ketika petugas masuk ke dalam blok, serempak mereka semua akan mengucapkan “Selamat pagi, Cikgu! (guru)” Petugas kemudian akan meminta mereka menundukan kepala dan melipat tangan di belakang. Kemudian diminta berhitung mulai dari satu sampai selesai. Jika telat berbaris karena masih tertidur atau sedang ada di toilet, atau melakukan kesalahan menghitung, biasanya mereka akan dipukul atau ditendang oleh petugas tersebut. Setiap habis dipukul, mereka harus mengucapkan “Terima kasih, Cikgu!”, jika tidak mereka akan kembali dipukul.
Perampasan di dalam Rumah Negara
Petugas Depo Tahan Imigrasi kerap mengambil barang yang
dikirim kepada tahanan oleh keluarga mereka. Kiriman makanan mereka akan dipotong jatahnya.
Jika keluarga mengirim Dua pack
mie instan (Satu pack Lima bungkus), maka yang sampai kepada tahanan hanya Satu pack. Begitupun uang. Jika keluarga mengirim
RM200, yang sampai kepada tahanan hanya RM100.
Pememerasan demi keuntungan ekonomi terjadi dalam rumah tahanan. Kebutuhan dasar dijual dengan harga berkali-lipat. Ada dua skema penjualan barang, keduanya diatur oleh petugas Depo Tahan Imigrasi.
Skema
pertama, petugas memasang tarif
jasa penyelundupan barang ke dalam Depo
Tahan Imigrasi berdasarkan jenis barang atau ukuran karung
yang berisi barang-barang selundupan. Keluarga dari tahanan akan membayar untuk
menyelundupkan barang-barang guna dipakai sendiri oleh tahanan atau
dijual kepada sesama tahanan lain. Harga yang harus dibayar untuk memasukan barang
jualan ke dalam rumah tahanan berkisar antara RM300 hingga RM500 tergantung pada ukuran karung.
Skema kedua, petugas justru bekerja sama dengan tahanan dalam transaksi penjualan.
Barang milik petugas Depo Tahanan
Imigrasi dijual oleh ketua blok di blok masing-masing. Ketua
blok merupakan tahanan. Dalam skema ini, petugas dan ketua blok sama-sama
meraup keuntungan dari barang yang dijual. Harga barang di Depo Tahan Imigrasi sangat
mahal dibanding harga barang di luar.
Sebagai gambaran, harga garam dalam satu
sendok plastik yang diperjualbelikan di Depo Tahan Imigrasi-Tawau adalah RM2 sementara di Depo Tahan Imigrasi-Menggatal
adalah RM5. Harga garam yang diperjualbelikan di Depo Tahan Imigrasi-Papar mencapai
RM25 per Satu
plastik dengan berat setengah kilogram. Sementara itu, harga garam yang dijual di luar DTI
adalah RM1-RM3 per 400 atau 500 gram.
Menyikapi fakta yang
memilukan ini dan ditunjang oleh video yang beredar mengenai kondisi pekerja
migran di Depo Tahan Imigrasi-Malaysia,
maka Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) menyatakan sikap bahwasanya:
Pertama, klaim dari Datuk SH Siti Saleha Binti Habib Yusoff
selaku pengarah Imigresen Negeri Malaysia mengenai penanganan tahanan imigrasi
yang telah sesuai dengan ketentuan Akta Imigresen 1959/63 dan peraturan
imigresen tentang pentadbiran dan pengurusan depot imigresen tahun 2003 jauh dari kenyataan. Pernyataan
tersebut sangat jauh berbeda dengan hasil pemantauan yang kami lakukan.
Buktinya, banyak kasus deportan terserang penyakit hingga mengakibatkan kematian
dalam tahanan imigrasi pada bulan Oktober 2022 silam. Kematian tersebut
sebenarnya bisa dihindari jika pemerintah Malaysia benar-benar memiliki
komitmen dalam menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia khususnya hak para pekerja migran dalam
mengelola sebuah rumah tahanan imigrasi.
Kedua, pernyataan Menteri Dalam Negeri Malaysia, Saifudin Nasution yang mengelak dari buruknya tata kelola pusat tahanan imigrasi merupakan peryataan yang tidak etis. Korban jiwa dan penderitaan yang tidak perlu terus menimpa pekerja migran di Sabah.
Pemerintah
Malaysia seolah tidak berempati dan tidak bertanggung
jawab sebagai
sebuah negara beradab dalam melindungi, menghormati dan memenuhi hak-hak pekerja migran sebagai
manusia bermartabat.
Ketiga, pernyataan dari dua pejabat publik Malaysia
tersebut patut dipertanyakan dan diuji kebenarannya. Tidak mencerminkan fakta
lapangan sebagaimana video tersebut dan juga temuan investigasi kami.
Untuk itu kami mendesak pemerintah Malaysia
agar segera mengubah kondisi Depo Tahanan Imigrasi yang selama ini tidak
manusiawi. Berhenti
melakukan pelanggaran atas hak asasi manusia! Termasuk
terhadap hak-hak pekerja migran yang selama ini menjadi penopang penting perekonomian Malaysia.***(AM/LekoNTT)
*Artikel ini merupakan siaran pers dari Koalisi Migran Berdaulat yang diolah redaksi.
0 Response to "Nyawa Pekerja Migran Terancam di Depo Tahanan Imigrasi Malaysia (Bagian Kedua-selesai)"
Posting Komentar