Rossy Bella Oktalia (Dokpri) |
“Jika datang satu pulang harus dua,
tiga pun boleh asal jangan satu
apalagi semua tak ada yang pulang”
(Moto
revolusi kesehatan ibu dan anak-Nusa Tenggara Timur)
LEKONTT-Saat ini persebaran dokter spesialis di Indonesia masih belum merata. Spesialis hanya terpusat pada kabupaten atau kota besar di pusaran pulau Jawa. Menurut dr. Adib Khumaidi selaku Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia setidaknya setiap kabupaten atau kota harus mempunyai tujuh dokter spesialis.
Lima di antaranya adalah pelayanan medik spesialis dasar yang terdiri
dari pelayanan penyakit dalam, pelayanan kesehatan anak, pelayanan bedah, pelayanan anastesi dan pelayanan obstetri dan ginekologi. Namun faktanya
42 persen
kabupaten atau kota
bahkan sama sekali belum memiliki dokter spesialis.
Sabu Raijua
merupakan salah satu kabupaten termuda di provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kabupaten yang
berada di selatan Indonesia ini, termasuk paling unik jika dilihat di peta
Indonesia. Besarannya hanya berupa titik di bagian selatan Indonesia.
Pemerintah
Sabu Raijua mempunyai satu
rumah sakit berstatus
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), dan enam puskesmas yang tersebar di enam kecamatan. Satu diantaranya terpisah dari pulau
utama, yakni di Kecamatan Ledeunu-Pulau
Raijua
Kini
persoalan mendesak di Sabu Raijua dengan geografis pulau di tengah lautan lepas adalah
tidak adanya dokter spesialis kandungan atau dikenal dengan spesialis
Obstetri dan Ginekologi.
Terakhir keberadaan dokter spesialis Sabu
Raijua pada Februari 2020.
Setelah itu, Sabu Raijua resmi tidak memiliki dokter spesiallis kandungan.
Terhitung sejak tahun 2020 sampai tahun 2022 Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Sabu Raijua mencapai 19 orang. Biasanya rata-rata dalam setahun Enam orang ibu terenggut nyawanya dalam proses kehamilan dan saat melahirkan. Sedangkan Angka Kematian Bayi dalam tiga tahun terakhir ini adalah 114 atau 38 orang kasus rata-rata per tahun.
Selama tidak ada tenaga ahli atau dokter spesialis semua pelayanan poli Kesehatan Ibu dan Anak dilayani oleh dokter umum dibantu oleh tenaga bidan. Pasien yang tidak dapat ditolong oleh tenaga medis dalam hal ini dokter umum, bidan dan perawat akan dilakukan rujuk antar fasilitas kesehatan.
Letak geografis pulau di tengah lautan membuat akses rujukan harus melintas pulau. Pasien harus dirujuk dengan menggunakan kapal laut atau perahu motor jika pasien dari Puskesmas Ledeunu. Proses ini membuat pasien tak selalu tertolong sesampainya di fasilitas kesehatan rujukan. Karena, jika cuaca buruk maka kapal atau perahu motorpun tak dapat berlayar.
Selain dapat merujuk pasien dengan transportasi laut, proses rujuk
juga bisa dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang. Salah satu maskapai
yang melayani penerbangan yaitu Dimonim Air. Namun, bila menggunakan pesawat, pasien harus
menyewa pesawat
tersebut, biayanya ditanggung oleh si
pasien.
Pembiyaan dengan menggunakan transportasi udara memang tidak murah. Pasien yang hendak dirujuk harus merogoh kocek kurang lebih Rp. 50.000.000,- . Jumlah yang cukup fantastis.
Pertanyaan sederhananya “Apakah semua pasien ekonominya mampu untuk membiayai ini?” jawabannya belum tentu. Banyak pasien dengan ekonomi menengah ke
bawah harus pasrah atas
keadaan yang ada. Tak dapat
ditolong dokter ahli adalah kenyataan pahit yang harus ditelan oleh pasien dan
keluarga.
Belum lama ini, tepatnya bulan Juni 2022. Pasien dengan diagnosa Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) harus dirujuk sesegera mungkin. Menuju rumah sakit rujukan sebab mesti dilakukan tindakan operasi.
Setelah selesai penindakan, pasien dibawa ke ruang Intensive Care Unit (ICU). Ketika malam hampir bertamu, pasien rujukan yang biasa disapa Ovin bercerita tentang pengalaman rujuknya tersebut.
"Selamat sore kaka, mohon maaf sebelumnya, apa beta boleh tanya-tanya sedikit kakak punya pengalaman rujukan waktu itu," tanya saya pada Ovin
"Oh iya kaka, boleh." jawab Ovin
Ovin adalah pasien rujukan dengan status CITO atau pasien yang membutuhkan penanganan segera. Ia pun mulai menceritakan pengalamannya.
“Waktu itu beta dirujuk dengan diagnosa dokter Kehamilan Ektopik Terganggu. Menurut hasil USG di Rumah Sakit-Menia, kurang lebih usia kandungan baru sa dua minggu. Tapi, tiba-tiba sa beta badan drop. Beta rasa perut keram juga lemas sampai sonde sadarkan diri,” cerita Ovin sambil mengingat pengalamannya empat bulan yang lalu.
Nasib baik masih berpihak padanya, petugas rumah sakit di Rumah Sakit-Sabu Raijua dengan sigap menginformasikan kepada keluarga
pasien bahwa pasien harus segera dibawa ke Kupang. Pasien harus dirujuk ke rumah sakit
di Kupang yang memiliki tenaga ahli agar secepatnya ditolong. Kalau tidak segera
ditolong maka besar kemungkinan nyawa pasien tidak dapat selamat.
Satu-satunya cara untuk rujukan ini adalah dengan pesawat.
Mengetahui keadaan darurat tersebut, keluarga langsung bertindak cepat untuk mempercepat proses rujukan. Proses pembiayaan awal dibantu oleh beberapa pihak, sebagai bentuk saling meringankan beban yang ditanggung keluarga. Dirinya menyebutkan beberapa nama yang turut membantu; Ibu Pdt Sarah Bani, Bapak Hermanus Kana Lomi dan juga keluarganya yang menyelesaikan pembiayaan sewa pesawat tersebut.
“Aduh kak, itu waktu keluarga charter pesawat, pake kapal su sonde mungkin lai. Pesawat su satu-satunya pilihan untuk beta selamat sampe Kupang. Biaya charter pesawat tuh 50 juta. Puji Tuhan,Tuhan buka jalan lewat orang-orang yang sayang beta, sumbangan yang beta dapat 30 juta, sisanya beta punk Bapa dan Kaka yang tanggung kak,” jelas ovin menceritakan kronologinya.
Kehamilan yang dialaminya ini adalah kehamilannya yang
ketiga. Kehamilan pertama, anaknya meninggal. Pada kehamilan kali ini ia
mengalami ganguan kehamilan ektopik terganggu. Ovin mesti menjalanidua tindakan operasi besar yakni operasi
belah perut dan operasi Tuba Fallopi.
Mengingat apa yang dialaminya, ia sangat berharap Rumah
Sakit Umum Daerah Sabu Raijua segera memiliki Dokter spesialis Obstetri dan
Ginekologi agar pasien lainnya tidak mengalami kondisi kritis seperti yang dialaminya.
“Beta pung harapan sih, semoga Rumah Sakit Menia segera punya spesialis Obstetri, Ginekologi dan Anastesi. Kalau sonde punya akan sangat fatal lai kalau ada kasus gawat darurat seperti beta kemarin,” ungkap Ovin.
Salah seorang bidan bernama Ellen, yang bekerja pada Rumah Sakit Umum Daerah Sabu Raijua menjelaskan, bahwa sebagai seorang bidan ia turut prihatin atas keadaan yang
ada. Menurutnya banyak kasus kebidanan yang seharusnya bisa ditangani di Sabu
Raijua, namun karena belum adanya dokter spesialis maka pasien harus dirujuk.
“Contohnya pasien dengan abortus dan pendarahan, harusnya bisa dikuret di Sabu. Tetapi, tidak bisa karena sonde ada dokter spsialis. Belum lagi, pasien dengan eklampsi yang harus meninggal karena tidak bisa diterminas (tindakan medis untuk membantu proses melahirkan sebelum atau tepat waktu masa kehamilan) dengan cepat. Apalagi kasus kegawatan harusnya ditangani segera. Kalo ketong rujuk waktu tempuh 11 jam, apalagi kalo ada perubahan kondisi cuaca, itu jadi soal,” tutur Ellen menjelaskan.
Segala usaha telah dilakukan oleh
manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Sabu Raijua. Diantaranya adalah kordinasi
dengan kepala daerah sampai kordinasi secara vertikal ke kementerian kesehatan.
Bulan oktober ini, sepertinya Tuhan mendengar harapan besar masyarakat Sabu
Raijua. Melalui Program Pemberdayagunaan Dokter Spesialis dari Kementrian
Kesehatan terhitung per 1 November 2022, Kabupaten Sabu Raijua akan resmi
memiliki dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi.
“Rumah Sakit memang meminta langsung kepada kementerian. Rumah Sakit juga
meminta agar diprioritaskan untuk dokter spesialis Obgin. Semoga tanggal 1 ini
tidak ada halangan supaya dokter cepat datang,” terang dr. Ester selaku Plt.
Direktur RSUD Sabu Raijua.
Kabar baik ini seolah dapat menjawab moto revolusi Kesehatan Ibu dan Anak- Nusa Tenggara Timur: "Jika ibu sehat pasti bayi pun sehat, semuanya sehat pasti Sejahtera. Angka Kematian Ibu dan Anak bisa ditekan bila sistem kesehatan dasar memadai. Kesehatan Ibu dan Anak menjadi jaminan bagi masa depan Sabu Raijua yang gemilang. Tanpa, perhatian penuh pada kondisi kesehatan, cita-cita mencapai kebaikan bersama hanyalah ilusi. Menjaga dan merawat kesehatan dasar adalah tanggungjawab semua pihak terutama negara yang wajib menjamin kesehatan warganya.*** (AM/LekoNTT)
* Penulis adalah Alumnus Poltekes Kemenkes-Kupang. Tinggal di Sabu sejak tahun 2019. Hoby tertawa dan membaca.
0 Response to "Di Sabu-Raijua Rujuk jadi Pilihan bila Ibu dan Anak ingin Selamat"
Posting Komentar