Seperti
acara peminangan di Timor pada umumnya yang berlangsung cukup lama, pesta anak
ini baru dimulai pada pukul 19.00 WITA di rumah orang tua
mempelai perempuan, Kilo
Meter 2 Atambua, Kabupaten Belu. Sebanyak 45 anak yang hadir baik dari keluarga mempelai maupun tamu dan undangan yang hadir.
Beberapa orang tua pun ikut hadir dalam acara ini untuk mengawasi anaknya bermain. Ada juga orang tua yang langsung mengantar anaknya ke tenda pesta anak setelah diarahkan oleh pewara di tenda utama (acara orang dewasa).
Rexy (kiri) mendampingi anak-anak mewarnai gambar. (Foto: Alfred W. Djami)
Jenis acara yang dilangsungkan adalah lapak buku bacaan anak secara gratis (Buku Lapak) oleh Komunitas Lorosae, menyanyi, mendongeng, menggambar dan mewarnai gambar bersama para penggiat seni yaitu Rexi Art, Tayuko-san, Alfred Djami, Armando Soriano, dan Herman Efriyanto Tanouf. Puncak dari pesta ramah anak ini adalah pembagian parcel (hadiah) kepada anak-anak oleh kedua mempelai.
“Anak-anak
sangat aktif bermain dan belajar. Ruang ekspresi benar-benar kita buka
untuk mereka. Ada
yang membaca komik, buku dongeng, ada yang menggambar dengan crayon dan cat air
sambil bernyanyi ria,” ucap
Ricky Maya, salah satu penggiat Komunitas Lorosae.
Ricky sendiri mengakui, pesta ramah anak adalah hal
yang baru baginya. Ia sendiri baru mengikuti acara semacam itu dan berharap
banyak keluarga mau mengadaptasinya. “Akhirnya acara-acara yang selama ini identik
dengan orang dewasa dapat dijangkau semua kalangan, terutama anak-anak yang
terkesan dipaksakan untuk berbaur dengan orang dewasa.”
Edgar Nesi (tengah) khusyuk mewarnai gambar. (Foto: Alfred W. Djami)
Vivin da Silva, koordinator
dari pesta anak ini menyampaikan, acara ini bertujuan untuk memberikan
alternatif pesta ramah anak kepada masyarakat adat dan masyarakat urban
perkotaan. Ia mengakui, berdasarkan
hasil pengamatan komunitas dan kedua calon pengantin, anak-anak kerap kali tersisihkan di tempat pesta.
“Mereka juga tidak bisa tinggal di rumah karena orang tua semua biasanya pergi ke tempat pesta, kecuali bagi orang tua yang punya pengasuh di rumah. Di tempat pesta, anak-anak tidak punya tempat khusus. Mereka berlarian, kadang bisa menabrak orang asing atau orang tuanya dan ibu-ibu yang sedang bekerja. Ujung-ujungnya mereka dimarahi, dibentak, menangis, atau berkelahi di antara mereka,” ungkap Vivin.
Vivin menegaskan, efek lain dari acara yang tidak ramah anak dapat mempengaruhi perkembangan anak. “Belum lagi, kalau itu pesta nikah. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan pewara di NTT suka mengeluarkan jokes mesum. Itu sangat tidak nyaman untuk didengarkan oleh orang tua, apalagi oleh anak-anak. Bisa berpengaruh buruk pada perkembangan anak.”
Beberapa hasil karya anak-anak dipamerkan. (Foto: Alfred W. Djami)
Ia menambahkan, kondisi ini juga berdampak kepada konsentrasi orang tua dalam melayani tamu dan urusan yang lainnya. “Mempertimbangkan hal itu, kawan-kawan komunitas, para penggiat seni dan mempelai yaitu Felix dan Indra serta keluarga besar berharap akan adanya acara yang ramah anak dalam acara lamaran mereka. Terlebih mereka telah mempunyai anak berusia dua tahun, bernama Edgar Nesi. Keluarga besar sangat mendukung kegiatan ini dengan menyediakan lokasi pesta terpisah dengan tenda pesta utama, serta memfasilitasi seluruh kebutuhan pesta anak.”
Awal
yang Baik Bagi Budaya Acara di NTT
Senada dengan perwakilan keluarga, mempelai perempuan Octiviana Berek mengatakan, ia bersama Felix sangat senang dengan adanya pesta ramah anak. Ia berharap, acara yang telah berlangsung itu dapat menjadi contoh bagi keluarga-keluarga lain di Timor dan NTT pada umumnya. “Semoga bisa ada dampak yang baik, pengaruh yang baik dan bisa jadi contoh bagi keluarga yang lain biar bisa ada acara-acara yang ramah anak,” kata Octaviana yang akrab disapa Indra.
Felix K. Nesi dan Octaiana Berek menari bersama seusai membagikan hadiah kepada anak-anak. (Foto: Alfred W. Djami)
Indra berkisah, “saya sempat ragu karena kan itu belum pernah dibuat dan akan menjadi yang pertama diselenggarakan. Mengingat, bagaimana tanggapan keluarga nanti. Sebelumnya tidak pernah ada, dan tiba-tiba buat seperti itu, saya pikir nanti jangan-jangan bentrok dengan acara adat orang dewasa, mau omong adat bagaimana.”
Ia mengakui, ada bayangan kekhawatiran tetapi bersama Felix, keluarga dan teman-temannya, mereka memilih langkah berani untuk berbuat. “Saya bersama Felix kontak keluarga dan diskusikan, ternyata setelah terima ide itu, mereka setuju, dan menurut mereka itu hal yang bagus. Dan, acarnya berhasil, keluarga senang, anak-anak senang, kita semua senang. Sebuah acara, bisa menjadi milik kita bersama, bukan hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak kita.” (red)
0 Response to "Pertama di NTT, Pesta Ramah Anak Pada Acara Peminangan"
Posting Komentar