Oleh: Diana Timoria*
Agnes Danga Lila (25 tahun) dan beberapa warga Desa Rakawatu, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur berjalan membawa jerigen bekas minyak goreng berukuran lima liter. Mereka berjalan menyusuri jalanan setapak di tepian bukit dengan kerikil-kerikil kecil. Mereka menggunakan jerigen tersebut untuk mengambil air di sebuah bak penampung yang terletak sekitar 50 meter dari pemukiman mereka.
“Dulu kalau ambil air harus jalan jauh sampai ke sebelah bukit. Sekarang sudah tidak lagi. Sudah lebih dekat dan jalannya juga tidak terlalu curam,” kata Agnes atau yang biasa dipanggil Mama Amel.
Sejak awal tahun 2020, penduduk Desa Rakawatu terbantu oleh pompa hidraulik ram (hidram) yang membantu mengalirkan air bersih ke desa tersebut. Pompa ini dibangun atas kerja sama pemerintah desa dan komunitas peduli sesama serta warga di Desa Rakawatu.
Pertama kali dikembangkan di Perancis pada tahun 1700-an, teknologi pompa hidram memanfaatkan tekanan air untuk mengalirkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi. Pompa ini banyak digunakan di negara berkembang untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Nepal adalah salah satu negara yang menggunakan pompa hidram di wilayah pedesaan yang sulit mendapatkan air, seperti Distrik Dhading.
Direktur Yayasan Marada Pilipus Mbewa Yanggu, yang juga menjadi koordinator lapangan pembuatan pompa hidram di Desa Rakawatu, mengatakan teknologi ini dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan air masyarakat. Pompa ini dapat beroperasi memompa air hingga ketinggian 70 meter tanpa listrik atau BBM. Air dialirkan ke tiga penampungan air di sekitar penampungan warga.
“Selain bahannya mudah didapat, pompa ini tidak akan mengganggu kualitas lingkungan. Teknologi ini mengandalkan tekanan air untuk beroperasi sehingga tidak membutuhkan energi lain yang perlu melepaskan zat berbahaya ke udara atau lingkungan,” kata Ipu Yanggu.
Pompa hidram ini bukan yang pertama kali dibangun oleh Ipu Yanggu. Awal tahun 2019 lalu, ia juga pernah membuat pompa hidram di desa Mbidi Hunga yang masih beroperasi hingga sekarang. Ia bahkan telah merencanakan untuk membangun lebih banyak pompa hidram lagi di Sumba Timur.
Salah satu syarat pompa hidram ini dapat bekerja optimal adalah keterjagaan debit air di sumber. Pompa di Desa Rakawatu saat ini menggunakan tiga mata air yang berbeda. Di musim kemarau, debit cenderung turun walaupun masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kami akan melakukan penanaman pohon yang cocok untuk menjaga debit air. Seluruh warga juga sudah sepakat untuk mel`akukan itu dan akan segera kami lakukan dalam waktu dekat di musim hujan ini,” kata Kepala Desa Rakawatu, Sem Mb. Haramburu.
Naser Randa, salah satu anak muda di Desa Rakawatu, merasa senang atas kehadiran pompa hidram ini. Ia tumbuh dalam kondisi minim akses air bersih di desa. Ia dan orangtuanya harus berjalan jauh untuk menimba air melalui jalanan yang curam.
“Saya dan warga lainnya akan membantu untuk melakukan penanaman pohon. Ini penting untuk terus mendapatkan air yang sehat dan dekat dengan kami, maka kami juga perlu menjaganya,” kata Naser.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumba Timur, Mikael Jakalaki, mengatakan bahwa kekeringan selalu menjadi ancaman di wilayah Sumba Timur. Perubahan iklim dianggap sebagai penyebab musim kemarau menjadi semakin panjang di daerah ini. Curah hujan pun menjadi menurun ketika musim hujan. Setiap tahunnya, pemerintah mendistribusikan air bersih ke desa-desa yang mengalami krisis.
“Pandemi [COVID-19] membuat kebutuhan air menjadi lebih banyak. Bukan saja untuk minum dan mencuci pakaian, air bersih juga dibutuhkan untuk cuci tangan pakai sabun,” kata Mikael. Ia menambahkan pemerintah juga membutuhkan kerja sama banyak pihak untuk memenuhi kebutuhan air di Sumba Timur.
Amel, seorang ibu berharap pompa hidram ini bisa tetap digunakan di desa agar sumber air yang bersih dan sehat ini bisa terus mereka akses dengan mudah. “Kalau ada air yang dekat dan bersih, kami pasti sehat."
*Penulis NTT asal Waingapu, Sumba Timur. Alumni Indonesia Young Leader Program (IYLP) 2019 di New Zealand.
0 Response to "Teknologi Mendekatkan Air di Sumba Timur"
Posting Komentar