Kefamenanu, LekoNTT.com - Kasus rekrutmen 1.712 tenaga kontrak (Teko) tahun 2019 di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) belum juga usai. Dalam rekrutmen itu, diduga negara mengalami kerugian mencapai 135 juta rupiah sebagaimana konfirmasi Kejaksaan Negeri (Kejari) TTU.
Jumlah kerugian itu merupakan temuan BPK yang termaktub dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) Nomor: 85.b/LHP./XIX.KUP/07/2020 tanggal 7 Juli 2020. LHP BPK memuat laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten TTU tahun anggaran 2019.
Kasus tersebut pun telah ditutup oleh Kejari TTU dengan alasan kerugian negara telah dikembalikan. Namun beberapa penggiat anti korupsi dari Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (Lakmas) Cendana Wangi NTT, Gerakan Rakyat Peduli Demokrasi dan Keadilan (Garda) dan Forum Anti Korupsi (Fraksi) TTU mempertanyakan tindakan Kejari TTU.
Perwakilan Lakmas, Garda & Fraksi saat berada di Kantor Kejari TTT. (Foto: VM)
Apresiasi Sekaligus Konfirmasi Transparansi
Pada Selasa, 9 September 2020 lalu perwakilan penggiat anti korupsi dari ketiga lembaga tersebut mendatangi Kantor Kejari TTU. Adalah Direktur Lakmas Cendana Wangi NTT Victor Manbait, Ketua Garda TTU Paulus Bau Modok dan Ketua Frkasi TTU Willem Oki. Mereka mengapresiasi usaha Kejari TTU yang telah menginformasikan kepada publik terkait adanya kerugian negara sekaligus mempertanyakan informasi yang dinilai tidak utuh.
"Kami mau sampaikan proficiat kepada pak Kejari (Bambang Sunardi, red) karena baru pertama kali Kejari TTU dengan gagah mengumumkan ke publik, negara rugi atas kasus korupsi. Ini luar biasa. Hanya saja pak Kejari lupa menginformasikan, apakah ada perbuatan melawan hukum atau tidak? Siapa yang melakukan itu dan obyeknya yang mana?" kata Victor Manbait melalui keterangan tertulis.
Victor menilai perlu adanya kejelasan agar publik tidak dibuat bingung, sebab rekrutmen 1.712 Teko tidak berdasarkan SOP yang termaktub dalam Perbup TTU Nomor 10 Tahun 2012 tentang SOP penerimaan tenaga kontrak daerah. Rekrutmen itu tidak melalui penilaian berjenjang dan tidak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Analisa Kebutuhan dan Beban Kerja. Selain itu, rekrutmen itu pun bertentangan dengan Permendiknas Nomor 7 tahun 2020 Tentang Pemenuhan Kebutuhan Guru, Kepala Sekolah dan Peningkatan Kesejahteraan Guru.
"Ini harusnya dijelaskan dengan terang benderang oleh pak Bambang. Juga apakah temuan LHP BPK ini ada juga atau pak Bambang membaca sepintas saja?"
Di tahun 2019, dalam APBD INDUK TA 2019, Pemda TTU tidak menganggarkan belanja honor teko untuk 1.712 orang tapi bagi 525 orang. Dalam proses, setelah sembilan bulan kemudian "baru minta lagi dan mengusulkan ke DPRD untuk mengalokasikan honor Teko bagi 1.712 orang. Itu tidak disetujui DPRD dan Bupati TTU mengakomodirnya dengan membuat Perbup Perubahan APBD memasukan anggaran itu."
Victor Manbait, Paulus Modok dan Willem Oki saat memberi keterangan pers.
Kejari TTU Jadi Negosiator Koruptor?
Paulus Bau Modok menilai Kepala Kejari TTU seolah menjadi negosiator untuk para koruptor di TTU. Menurutnya Kepala Kejari TTU yang 'berkomunikasi' dengan Plt. Sekda TTU Frans Tilis sebatas informasi kepada publik bahwa negara rugi tapi kasusnya didiamkan.
"Saya kira ini sudah salah fungsi Kejari TTU, jangan menjadi pembela para koruptor di sini. Rakyat TTU ini diam. Lihat kami beberapa orang saja, meski demikian suatu saat mereka akan bertindak karena hukum tumpul di sini. Sekian tahun ini (TTU, red) sudah dirusak oleh penegak hukum terhadap para koruptor di sini."
Lebih lanjut Paulus mengatakan informasi tersebut akan disampaikan kepada pengawas kejaksaan dan komisi kejaksaan. "Kita minta kepada Kejaksaan Agung, Kejati NTT untuk copot ini orang karena tidak pantas untuk menjadi penegak hukum di TTU."
Paulus menyayangkan tindakan Kejari TTU yang menilai pengembalian uang negara sebagai niat baik. "Orang setelah diperiksa ada kerugian negara baru ketahuan, kok pak Kejari bilang ada niat baik untuk mengembalikan?"
"Orang ada niat baik itu kalau belum diproses, dia sudah datang (mengaku, red). Temuan dari BPK itu sudah disampaikan bahwa dia sudah bayar, itu [sebenarnya] tidak dibayar. Sudah diproses baru mulai negosiasi. Kejari jangan jadi negosiator!"
Paulus pun meminta kepada DPRD TTU agar ikut ambil bagian dalam penyelesaian kasus Teko terutama terkait dugaan adanya upaya perlindungan bagi koruptor. "Saya minta teman-teman DPRD TTU, segera bersidang untuk menyatakan sikap terhadap persoalan yang serius ini. Kami, rakyat ini mau kemana lagi kalau DPRD sebagai wakil kami juga dia diam sementara kejahatan di depan matanya."
Willem Oki pun menegaskan kalau kasus yang ditangani oleh Kejari TTU telah melecehkan upaya penegakan hukum. "Ini penghinaan terhadap negara hukum terutama terhadap para penegak ukum di TTU dan merupakan pelecehan terhadap seluruh rakyat TTU."
Willem menilai, komunikasi antara Kejari dan Pemda TTU dalam menghentikan kasus Teko tidak melalui prosedur yang nyata. "Kejaksaan selama ini tidak mandiri samasekali. Kita ke sini untuk membuat Kejari peduli secara mandiri dalam proses penegakan hukum, khususnya atas kasus tenaga kontrak ini." (alk)
0 Response to "Negara Rugi 135 Juta, Diamkan Kasus Teko di TTU, Kejari Jadi Negosiator Koruptor?"
Posting Komentar