Kupang, LekoNTT.com - Aliansi Perjuangan Mahasiswa Kota Kupang (APMK) yang terdiri dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Dewan Nasional (LMND-DN) Eksekutif Kota Kupang dan Himpunan Mahasiswa Timor Politani (HIMATPOL) melakukan aksi mimbar bebas di ruas Jalan El Tari. Aksi tersebut dilangsungkan tepat di depan gedung DPRD Provinsi NTT pada Rabu (22/7).
Aksi ini dilakukan dalam menanggapi rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja Omnibus Law. Aksi yang dimulai pukul 10.08 WITA ini berlangsung kondusif dengan pengawalan aparat kepolisian dari Polresta Kota Kupang.
Merci Radja, salah satu massa aksi alam orasinya menyampaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law mendiskriminasi kebutuhan kaum buruh perempuan, selain kebutuhan-kebutuhan normatif lainnya.
“Omnibus Law merupakan paket kebijakan yang dibuat Rezim Jokowi-Ma'aruf untuk memuluskan investasi semakin eksis di Indonesia, diperparah lagi di beberapa poin RUU Cipta Lapangan Kerja tidak ada cuti haid dan cuti bersalin bagi buruh perempuan," kata Merci.
Menurutnya hal seperti ini merupakan bentuk nyata eksploitasi dari sistem yang dibuat oleh kapitalisme. "Hak-hak normatif berupa pemenuhan kebutuhan pokok dan kesejahteraan samasekali tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah hari ini."
Koordinator lapangan, Yuven Ernesto Bria dalam orasinya menjelaskan alasan pemerintah mengeluarkan paket kebijakan Omnibus Law dan dampak dari kebijakan ini. “Omnibus Law merupakan kepentingan pengusaha dan penguasa sehingga kebijakan tersebut bukan hanya akan meningkatkan iklim investasi, namun juga akan melemahkan posisi kaum buruh dan rakyat tertindas secara keseluruhan".
Yuven pun menegaskan kalau investasi yang digenjot untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sejatinya hanya untuk menyelamatkan krisis kapitalisme dan menguntungkan para pemodal. "Kelesuan ekonomi global memaksa pemerintah Jokowi untuk mengeluarkan RUU Cipta Lapangan Kerja, UMKM, dan Perpajakan yang dibungkus dengan Omnibus Law".
Menurut Yuven, kebijakan tersebut akan mengorbankan hak-hak rakyat dan mempersempit ruang demokrasi. "Rakyatlah yang akan menjadi tumbal atas kepentingan investasi”.
Ketua HIMATPOL Jhones Uluk dalam keterangannya mengatakan bahwa Omnibus Law adalah salah satu cara bagaimana pemerintah Jokowi-Ma’ruf di tengah pandemi Covid-19 mengambil kesempatan untuk meloloskan kepentingan investor dalam mengeruk sumber daya alam di Indonesia dengan dalih penciptaan lapangan kerja. Lebih lanjut ia menguraikan tentang dampak dari RUU Omnibus Law ini.
“Dampak yang akan dirasakan jika RUU Omnibus Law ini disahkan adalah perampasan tanah, alih fungsi lahan pertanian dan pengangguran. Tanah yang selama ini digunakan masyarakat untuk bertani akan hilang, petani akan kehilangan tanah garapan dan dengan sendirinya terusir dari tempat hidupnya.”
Uluk juga menyesalkan pelepasan tanggung jawab pemerintah di bidang pendidikan terutama biaya registrasi. “Di tengah kondisi seperti ini (pandemi, red), pendapatan ekonomi masyarakat menurun, tetapi belum ada kebijakan alternatif yang diambil pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Kota Kupang untuk mengatasi masalah ini. Padahal, dalam SK Kemendikbud Nomor 25 tahun 2020 sudah diputuskan bahwa kebijakan registrasi dikembalikan pada setiap lembaga pendidikan".
Salah satu anggota LMND-DN Eksekutif Kota Kupang, Iven Mukin dalam keterangannya mengatakan, Omnibus Law sendiri merupakan penyederhanaan dari semua aspek hukum yang ada. Omnibus Law merupakan sebuah rancangan undang-undang cipta lapangan kerja itu hanyalah dalih yang dilakukan oleh negara.
"Di dalam Omnibus Law sendiri, pembicaraan soal RUU ini untuk klaster ketenagakerjaan makin fleksibel, memperkuat sistem kerja outsourcing. Untuk mahasiswa yang menjadi calon buruh masa depan, RUU ini tidak memberikan jaminan kerja yang baik, justru makin memperparah exploitasi".
Iven menandaskan, di tengah pandemi Covid-19 seharusnya negara lebih konsisten dalam menangani pandemi. "Bukan berarti kita semua dirumahkan dan itu menjadi kesempatan emas oleh negara dalam mempercepat pengesahaan Omnibus Law yang samasekali tidak mengakomodir kepentingan rakyat pada umumnya. Kami melihat negara hari ini menjadi karpet merah untuk para investor. Tidak ada masa depan yang baik, dalam RUU Cilaka”.
Aksi tersebut ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap dan tuntutan. Pertama, menghentikan segala bentuk eksploitasi terhadap buruh dan berikan upah yang layak. Kedua, menolak Omnibus Law dan fokus tangani Covid-19. Ketiga, menolak kebijakan kampus yang merugikan mahasiswa. Keempat, mewujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis. Kelima, meringankan pembayaran registrasi di tengah pandemi Covid-19. Keenam, menolak biaya rapid tes. Ketujuh, selesaikan persoalan agraria di NTT. Kedelapan, menghentikan segala bentuk intimidasi dan represivitas terhadap gerakan rakyat. (red)
0 Response to "Mahasiswa Kota Kupang Tolak Omnibus Law"
Posting Komentar