Jakarta, LekoNTT.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaksanakan konferensi pers pada Selasa (2/6/2020) di Kantor Graha BNPB Jakarta oleh Tim Komunikasi Gugus Tugas (Gugas) Percepatan Penanganan Covid-19. Konferensi pers yang dilangsungkan melalui aplikasi Zoom dipandu oleh Kolonel Kristomei Sianturi, anggota Gugas Percepatan Penanganan Covid-19. Hadir sebagai pembicara, Gunawan Permadi, Pemimpin Redaksi Suara Merdeka.
Kristomei ketika membuka konferensi pers sempat menyinggung pernyataan Ketua Gugas Penanganan Covid-19 Letnan Jenderlal TNI Doni Munardo bahwa perlu kolaborasi pentaheliks berbasis komunitas. Kolaborasi dimaksud dimulai dari pemerintah, pengusaha, akademisi, masyarakat, dan media. Sedangkan Gunawan Permadi di awal pembicaraan menyampaikan secara jujur bahwa media juga salah satu pihak yang terdampak pandemi Covid-19.
"Media juga terdampak secara bisnis, terutama bukan karena bentuk langsungnya tetapi dampak secara tidak langsung ketika semua aktivitas bisnis kemudian meredup," ungkap Gunawan.
Lebih lanjut Pemred Suara Merdeka itu mengatakan, dampak tersebut merupakan bagian dari perjuangan bagi para jurnalis. "Dalam situasi yang sulit ini, justru sebetulnya kita ini sedang ditantang untuk berperan lebih besar pada masyarakat terutama informasi-informasi yang bersifat hoaks sejak pandemi ini melanda".
Menurut Gunawan, kebijakan-kebijakan pemberitaan yang sebenarnya lebih ditujukan untuk membangun persepsi masyarakat dari sisi kultural, budaya, dan sosial. Ia pun menilai, informasi-informasi terkait kesehatan, banyak media yang sudah menulis termasuk dari Gugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang menjadi referensi publik.
Gunawan menandaskan, salah satu persoalan utama saat ini adalah peran media dalam membangun persepsi kultur. "Kami lebih menekankan pada persoalan budaya ini. Maka informasi-informasi yang kita saksikan ini selalu untuk membuka wacana kultural. Misalnya persoalan silaturahim, salam-salaman. Ini kan sebenarnya persoalan budaya yang tidak mudah untuk berubah".
Menanggapi hal tersebut, Kristomei pun membeberkan persoalan yang seringkali dilakukan oleh kebanyakan media di Indonesia. "Fakta di lapangan, memang masih ada teman-teman kita, rekan-rekan media justru beritanya tidak dikonfirmasi sehingga membroadcast atau menyiarkan berita yang tidak tepat atau tidak benar".
"Kebanyakan kalau media mainstream, saya rasa memang masih lebih ketat dalam hal filter pemberitaan. Memang ada banyak media baru yang bermunculan. Mungkin ada istilah abal-abal tapi saya rasa itu terlalu keras disebut abal-abal," kata Gunawan menyikapi pernyataan Kristomei. Namun demikian, menurut Gunawan peran media-media lokal sangat penting rujukannya untuk mengangkat persoalan-persoalan lokal.
Kenyataan lain yang ditemukan dalam pemberitaan media-media lokal adalah judul yang terlampau bombastis, tetapi tidak sesuai dengan isi berita. Oleh sebab itu, budaya membaca perlu ditingkatkan, dan masyarakat harus membiasakan diri untuk tidak membaca sekilas agar bisa bersuara sesuai hasil pembacaan.
Berikut beberapa usaha solutif yang ditawarkan Gunawan. Pertama, harus dilawan dengan memberikan informasi sebanyak mungkin agar informasi fiktif dan melenceng bisa 'ditenggelamkan'. Kedua, gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 dan media mainstream punya tanggungjawab untuk memberikan informasi sesuai fakta di lapangan. Ketiga, peran aktif dari Dewan Pers untuk tetap mengawasi konten media di masyarakat.
Selain itu, situasi pandemi Covid-19 pun membuat pekerja media menjalankan tugasnya tidak sebagaimana biasanya. Misalkan selama ini wawancara yang dilakukan oleh jurnalis bersama narasumber di berbagai daerah harus diberi SPJ, biaya operasional, saat ini bisa dilakukan secara virtual atau online.
"Di satu sisi kita kehilangan (bisnis, red), tapi di sisi yang lain kita mendapatkan efisiensi yang selama ini tidak kita perhatikan dan tidak kita sadari. Dari bisnis besarnya memang kita harus melakukan banyak penyesuaian".
Gunawan Permadi di akhir konferensi tersebut kembali menegaskan, framing media pemberitaan harus lebih banyak berbasis kultural. Sebab persoalan di tengah masyarakat tidak terbatas pada kesadaran atau tidak akan kesehatan melawan Covid-19, tetapi lebih kepada mengubah perilaku budaya.
Gunawan pun berharap agar media-media dapat memainkan peran untuk mengedukasi masyarakat, baik melalui informasi maupun tindakan dan perilaku. "Jaga jarak itu perlu diperhatikan. Ini yang sering dilupakan oleh teman-teman media karena sifatnya yang spontan dan refleks, berkumpul di satu tempat, tidak memperhatikan kiri-kanan, berkerumun, 'mengeroyok' narasumber untuk wawancara dan sebagainya. Teman-teman media, para jurnalis perlu memperhatikan ini". (red)
0 Response to "Peran Media dalam Membangun Persepsi Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19"
Posting Komentar