Oleh: Victor E. Manbait*
Dalam sistem peradilan Pidana Indonesia, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan memiliki peran, tugas dan wewenang penegakan hukum khusus yang berkaitan satu sama lain. Kepolisian berwenang melakukan penyelidikan (Pasal 1 butir 5 KUHAP) dan penyidikan (Pasal 1 butir 2 KUHAP)-untuk mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dengan mencari dan menemukan bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi.
Selain itu, wewenang penangkapan pun diatur dalam Pasal 1 butir 20 KUHAP terhadap tersangka apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan dan melakukan penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP guna kepentingan pemeriksaan terhadap tersangka secara obyektif dan benar-benar mencapai hasil penyelidikan/penyidikan yang cukup memadai. Hasil tersebut kemudian diteruskan kepada penuntut umum yang akan melakukan proses pemberkasan perkara, menilai dan membuat tuntutan atas dugaan kejahatan yang terjadi yang selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan untuk diperiksa dan diadili oleh hakim dengan keputusan hakim. Apakah dugaan kejahatan yang disangkakan oleh polisi dan didakwa oleh jaksa terbukti unsur-unsur pidananya atau tidak dengan keputusan hakim.
Berdasarkan keterangan dalam berita media di pekan ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Kupang telah melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan dan penahanan terhadap anggota DPRD Timor Tengah Utara (TTU) berinisial IFT di sebuah hotel ternama di Kota Kupang. Anggota DPRD tersebut diduga menggunakan narkoba bersama seorang teman perempuannya. Setelah menahan dan melakukan pemeriksaan, BNN menyampaikan ke publik bahwa yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan urine di laboratorium BNN kota Kupang, terbukti mengandung zat narkoba. Oleh karenanya, BNN Kota Kupang mewajibkan IFT harus melakukan rehabilitasi medis narkoba.
BNN Kota Kupang sendiri tidak melakukan proses hukum atas anggota DRPD TTU tersebut karena tidak cukup bukti sebagaimana diatur dalam pasal 112 dan pasal 127 Undang-Undang Narkotika. Bukan tanpa alasan, BNN Kota Kupang melakukan penggrebekan, penangkapan dan penahanan terhadap IFT atau tanpa didukung dengan bukti awal yang cukup. Tentunya pihak BNN Kota Kupang telah mengamati, mengikuti dan mengawasi dengan cermat pergerakan IFT dengan satu petunjuk yang kuat bahwa ia-anggota DPRD TTU itu adalah pemakai atau pengguna narkoba.
Kemungkinan lain, paling tidak IFT berhubungan dengan orang-orang yang selama ini dalam amatan BNN Kota Kupang adalah pemakai/ pengguna narkoba dan/atau berkaitan dengan jaringan narkoba. Dengannya, BNN Kota Kupang begitu yakin dalam melakukan penggrebekan, penggeledahan dan penahanan terhadap anggota DPRD TTU IFT di kamar hotel yang privat itu. Dan tentu saja tindakan justicia tersebut dilakukan dengan sebuah petunjuk awal yang kuat.
Meskipun pihak BNN Kota Kupang menyatakan dengan tegas bahwa hasil tes urine anggota DPRD TTU IFT mengandung zat narkoba dan merekomendasikan yang bersangkutan wajib rehabilitasi medis narkoba, namun BNN Kota Kupang tidak pernah dan/atau belum menjelaskan ke publik, bagaimana prosesnya hingga melakukan penggrebekan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan. BNN Kota Kupang tidak pernah dan/atau belum menginformasikan kepada publik. Dalam penggeladahan itu, apa saja yang ditemukan di dalam kamar hotel selain anggota DPRD TTU IFT bersama teman perempuannya; hingga kemudian menyimpulkan tidak cukup bukti untuk melanjutkan proses hukum.
Bukankah dengan hasil tes urine anggota DPRD TTU IFT yang mengandung narkoba dan direkomendasikan untuk menjalani proses rehabilitasi medis hingga “memvonis”, adalah pemakai Narkoba? Bukankah pemakai Narkoba otomatis dan pasti menyimpan Narkobanya? Bukankah untuk membuktikan orang yang ditangkap, digeledah, ditahan dan diperiksa sebagai pemakai narkoba sebagaimana diatur dalam Pasal 112 atau Pasal 127 Undang-Undang Narkotika harus dibuktikan di pangadilan; yang bersangkutan bersalah atau tidak? Dan bila bersalah, dihukum pidana penjara dan denda atau direhabilitasi adalah kewenangan hakim?
Oleh sebab itu, BNN Kota Kupang harus menjelaskan secara transparan kepada publik terkait peristiwa ini sehingga tidak menimbulkan kegamangan hukum di tengah masyakarat. Publik tahu, di saat yang sama-saat ini tengah berlangsung proses persidangan atas warga Negara Indonesia di Kota Kupang yang berjuang mempertahankan-menyelamatkan hidupnya dengan menjadikan narkoba sebagai obat untuk menyembuhkan sakit yang diderita. Namun demikian, warga Negara itu diproses hukum hingga ke pengadilan, bukannya direhabilitasi sejak awal pemeriksaan hukumnya di kepolisian.
Di lain pihak, dalam peristiwa penangkapan dan penahanan anggota DPRD TTU IFT yang diduga memakai Narkoba sesuai hasil tes urinenya-positif menggunakan narkoba, direkomendasikan untuk menjalani proses rehabilitasi. Dalihnya tidak cukup bukti; bukannya diproses hukum hingga ke pengadilan untuk mendapatkan kepastian hukumnya dan keadilan hukum bagi anggota DPRD TTU IFT.
Noemuti, 24 Juni 2020
*Penulis, Direktur Lembaga Advokasi Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (LAK MAS) Cendana Wangi Nusa Tenggara Timur.
0 Response to "Kontroversi Penanganan Hukum Anggota DPRD TTU yang Terbukti Hasil Tes Urine Mengandung Zat Narkoba"
Posting Komentar