Pantai Pasir Panjang, Kota Kupang. (Foto: akun IG @eno_ntrl)
Kupang, LekoNTT.com - Pesisir Pantai Pasir Panjang, salah satu bentangan pasir putih dengan jarak sekitar 2,2 kilometer yang terletak di jantung Kota Kupang. Dua puluh tahun silam, pantai Pasir Panjang menjadi ruang terbuka-rekreasi masyarakat Kota Kupang yang sangat indah. Namun seiring perjalanan waktu, keindahan pesisir pantai Pasir Panjang perlahan dilahap gemerlap pembangunan hotel, restaurant dan pertokoan.
Kini, praktis keindahan Pasir Panjang sudah tidak bisa terlihat lagi dari kejauhan sebab sejauh mata memandang dari jalan raya atau sudut mana saja, hanya ada bangunan-bangunan megah dan mewah, pertokoan dan lain sebagainya. Dengan kata lain lebih dari 99 persen ruang terbuka untuk akses publik di bentang Pasir Panjang tidak ada lagi.
"Saat ini masyarakat kesulitan untuk mengakses pantai Pasir Panjang akibat kebijakan pembangunan yang keliru dari rezim ke rezim dalam pengelolaan pesisir. Saat ini masyarakat mengeluhkan proyek betonisasi di sepanjang pesisir pantai Pasir Panjang," kata Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi melalui keterangan tertulis.
Sesuai temuan WALHI NTT kondisi buruk pengelolaan pantai Pasir Panjang berakibat pada ketidakadilan antar generasi. "Generasi zaman sekarang tidak dapat menikmati keindahan alam seperti generasi orang tuanya, pencemaran lingkungan dan terhalangnya akses nelayan terhadap laut".
Selain itu, ada kaum nelayan yang sudah terpaksa berpindah ke kawasan pantai lainnya karena sudah kesulitan seperti daerah Nunbaun Delha dan Lasiana. Fenomena ini merupakan persediaan buruk bagi pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkeadilan di NTT.
"Kota Kupang yang notabene adalah Ibukota Provinsi yang seharusnya menjadi contoh bagi kabupaten-kabupaten lainnya di NTT, justru telah menjadi contoh buruk pengelolaan wilayah pesisir. Kota Kupang yang juga adalah kota pesisir justru memunggungi laut di tengah kampanye pemerintah Indonesia saat ini tentang negara maritim".
Peninggalan dari rezim ke rezim pemerintahan Provinsi NTT dan Kota Kupang yang mengabaikan pesisir dan laut serta nelayan tidak boleh berlanjut dan berulang ke rezim masa kini dan masa mendatang. "Faktanya saat ini, tersisa bentang tanah di belakang pesisir seluas seratusan meter yang merupakan tempat terbuka publik di samping Hotel Sotis".
Umbu Wulang menjelaskan, bentang tersebut telah dimiliki secara pribadi oleh warga. Apabila ke depan warga ingin membangun di kawasan tersebut maka seratus persen pesisir Pasir Panjang tidak ada lagi ruang terbuka publik dan akses masuk yang bebas.
WALHI NTT telah mendapatkan surat dari warga dan juga telah menyerap aspirasi masyarakat bahwa pemerintah Provinsi NTT dan Kota Kupang harus menyelamatkan ruang terbuka publik bagi masyarakat Pasir Panjang. "Masyarakat Kota Kupang merindukan dan mengharapkan agar Pasir Panjang kembali menjadi ruang terbuka publik yang nyaman bagi rekreasi masyarakat Kota Kupang".
Menindaklanjuti surat warga tersebut, WALHI NTT telah bersurat kepada Walikota Kupang dan Gubernur NTT pada 19 Juni 2020. Dalam surat dengan nomor 19/EXT/EDWALHI-NTT/VI/2020, WALHI NTT meminta agar Pemerintah Provinsi NTT dan Kota Kupang untuk:
Pertama, menjalankan perintah Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Perpres Nomor 51 tahun 2016 tentang Batasan Sempadan Pantai bahwa batas sempadan pantai adalah 100 meter dari pasang air tertinggi.
Kedua, membeli bentang tanah milik warga yang tersisa untuk dijadikan ruang terbuka publik bagi warga Kota Kupang yang oleh masyarakat setempat, biasa dijadikan lapangan sepak bola dan tempat parkir.
Mewakili publik, WALHI NTT berharap agar Walikota Kupang dan Gubernur NTT dapat menyelamatkan ruang terbuka publik. Selain itu, wilayah kelola nelayan dan kelestarian lingkungan Pasir Panjang pun harus diselamatkan.
(klk)
0 Response to "Demi Akses Publik, Gubernur NTT dan Walikota Kupang Harus Bebaskan Ruang Terbuka Pantai Pasir Panjang"
Posting Komentar