Jalan Menuju Rumahmu
Jalan ini masih sama, ketika jari-jari mungilku memetik buah ciplukan menuju rumahmu. Pohon-pohon jati dan akasia masih menebar wanginya. Kecuali kembang siwalan yang tak lagi bisa kupandang. Pohonnya habis ditebang.
Legit senyummu masih terngiang. Ketika di jalan ini kita main kejar-kejaran.
Sejak jalan beraspal kau pijaki di tanah perantauan. Gerimis sering bertandang di jalan setapak menuju ladang. Dan gunung-gunung seolah memotret kenangan usang. Aku dan ibumu lupa jalan pulang. Sebab rindu keburu menggunung di dada kami yang kerontang.
Madura, 04/04/2020
Asqa
Jemariku lihai meliukkan pena.
Menggoreskan warna hitam pada lembar-lembar kosong, sesaat otakku kosong, ruang dalam dada seakan sesak dengan penghuni yang menggedor-gedor pintu dan jendelanya
Menggoreskan warna hitam pada lembar-lembar kosong, sesaat otakku kosong, ruang dalam dada seakan sesak dengan penghuni yang menggedor-gedor pintu dan jendelanya
memanggil namamu
Asqa, purnama telah lelah menghitung hari lahirnya setiap bulan. Retina bintang memerah, langit telah lama memasak awan mendung. Kini ia tumpah; sampai pada jemariku yang kian lelah.
Setiap mentari lahir, setiap itu pula teh kuaduk, lalu tertunduk; hanya memeluk potretmu dalam bingkai kayu berwarna abu-abu.
Pada sayap petang tak lupa mantra dihaturkan; kaki ini tak pernah melangkah sejengkal pun untuk pergi dan berbelok arah. Kecuali pada jalan menuju hatimu.
Asqa, kau adalah tempat segala kenyamanan. Hadiah Tuhan, pada jiwa paling sakral.
Madura, 25/09/2019
Dari Aliran Sungai Moldova
Dari aliran sungai Moldova, kuamini mantra-mantra keselamatan untukmu di belahan bumi sana.
Ketika gemuruh dada menggema menembus segala pembatas rindu yang kian hitam pekat.
Aku mabuk, Zahrada. Bukan dari anggur-anggur dari tanah Moldova. Bukan kekenyangan dari Mãmmãligã yang tersaji di meja makan pagi tadi. Namun bayangan senyum di lengkung pipimu perlahan membuatku limbung. Aku ingin nyemplung. Ke dasar laut hatimu yang agung.
Dari aliran sungai Moldova, kutitip resah pada daun-daun ek yang berenang menuju hilir. Sebab dengan berjalan kaki, aku selalu terkilir. Tak pernah sampai menujumu.
Madura, 13/04/2020
*Wardah Az Zahra, lahir di kota Gerbang Salam Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Ia menamatkan sekolah menengah atasnya di MA Al Islamiyah 1 Sumberbatu. Ia adalah runner up Anugerah Competer 2020. Saat ini menjadi anggota di grup menulis Competer Indonesia, Kelas Puisi Bekasi serta Assistent Founder di Asqa Imagination School (AIS). Beberapa karyanya termaktub di beberapa buku antologi nasional di antaranya; Berdialog Dengan Angin ( 2018), JARAK: Jalinan Antara Rasa dan Aksara Kerinduan (2018), Sajak Berpayung Rindu (2018), Masa Lalu di Depan (2018), Penyair Cantik dengan Karya Cantik. Juga pernah dimuat di Pos Bali (2018), Buletinkapass.co, Travessia.com, BeritaBaru.com, AkarRantingDaun.com dan lain-lain.
Ilustrasi: Mimi van Bindsbergen
Keren kak wardah
BalasHapusKeren kak mentor👍
BalasHapusThanks
HapusSaya suka dengan puisinya. Kerren
BalasHapusSelalu bersinar.. Dan tetap bersinar kak wardah
BalasHapus