Pubabu, LekoNTT.com - Permasalahan hutan adat Pubabu, Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan bergejolak lagi. Masyarakat adat di wilayah hutan adat Pubabu kembali dipaksa untuk meninggalkan lokasi yang telah lama didiami dan diyakini sebagai tanah adat milik leluhur mereka. Situasi menegangkan ini berawal pada Minggu (09/02/2020) pukul 11.00 Wita, ketika rombongan Gubernur NTT secara tiba-tiba mendatangi wilayah tersebut.
Beberapa perempuan Pubabu melakukan aksi 'buka baju' sebagai bentuk penolakan terhadap tindakan rombongan Gubernur NTT. (Foto: Niko Manao.) |
Menurut keterangan Imanuel Tampani, salah satu anggota masyarakat adat, Gubernur dan rombongannya tiba-tiba datang lalu meminta masyarakat untuk meninggalkan lokasi sengketa tanpa menawarkan solusi dari permasalahan yang selama ini terjadi di hutan adat Pubabu. Hal ini kemudian memicu masyarakat melakukan aksi pemblokiran jalan dan bahkan sebagian perempuan melakukan aksi buka baju sebagai bentuk protes, lantaran merasa hak atas tanah adat milik mereka tidak diakui. Mereka menuntut hak atas tanah Leluhur mereka, tanah yang telah membesarkan leluhur bahkan anak cucu mereka nanti.
Deputi WALHI NTT, Yuvensius Stefanus Nonga, melalui keterangan yang diterima LekoNTT.com mengatakan, perjuangan masyarakat atas tanah mereka adalah hal yang mutlak dan akan terus dilakukan sampai titik darah penghabisan. "Perjuangan mempertahankan hutan adat Pubabu adalah tanggung jawab moril yang harus dilakukan oleh masyarakat di Pubabu bahkan menjadi perhatian pemerintah," ungkapnya.
Menurut Yuven, permasalahan hutan adat Pubabu merupakan permasalahan yang sangat serius hingga saat ini karena terkait dengan hak masyarakat atas tanah adatnya. "Ini juga termasuk masalah masa depan masyarakat adat di hutan adat Pubabu".
Menurut Yuven, permasalahan hutan adat Pubabu merupakan permasalahan yang sangat serius hingga saat ini karena terkait dengan hak masyarakat atas tanah adatnya. "Ini juga termasuk masalah masa depan masyarakat adat di hutan adat Pubabu".
Sebagian masyarakat Pubabu tampak menyaksikan kedatangan rombongan Gubernur NTT. (Foto: Niko Manao) |
Lebih lanjut Yuven menandaskan, tanah adat yang diperjuangkan oleh masyarakat tentunya punya landasan filosofis yang kuat. Selain terkait dokumen-dokumen pendukung hak masyarakat atas hutan Pubabu, bukti-bukti adat (batas adat) juga masih berdiri kokoh. "Masyarakat mempunyai hak untuk menempati wilayah adatnya secara aman, tanpa ada teror ataupun gangguan dari luar apalagi dari pemerintah sendiri".
"Permasalahan ini tidak bisa diselesaikan dengan cara pemerintah yang menunjukan kesan arogansi, memaksa masyarakat meninggalkan hutan adat dengan serta merta tanpa memperhatikan bukti-bukti yang dipegang oleh masyarakat atau penjelasan dari masyarakat adat itu sendiri". Oleh karena itu, WALHI NTT memandang perlu adanya ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk dapat berdialog secara langsung bersama pemerintah, dalam hal ini Gubernur NTT.
"Kehadiran pemerintah harusnya memberikan rasa nyaman bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Termasuk di dalamnya, pemerintah wajib memperhatikan hak masyarakat adat atas hutan adat Pubabu karena itu merupakan satu-satunya jalan dalam menyelesaikan masalah yang sudah lama terjadi ini". (het)
"Kehadiran pemerintah harusnya memberikan rasa nyaman bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Termasuk di dalamnya, pemerintah wajib memperhatikan hak masyarakat adat atas hutan adat Pubabu karena itu merupakan satu-satunya jalan dalam menyelesaikan masalah yang sudah lama terjadi ini". (het)
Dapatlah saya mendapati kontak WALHI NTT
BalasHapus