Jakarta, LekoNTT.com - Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan ( Asosiasi LBH APIK) pada Kamis lalu (13/2/2020) mengadukan Andre Rosiade, anggota Komisi VI DPR RI, kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dengan dugaan pelanggaran etik anggota DPR ps. 236 tentang pelanggaran etik. Asosiasi LBH APIK merujuk pada Pasal 81 UU MD3 atas penjebakan yang dilakukan Andre terhadap NN pada tanggal 26 Januari 2020 yang lalu di sebuah hotel di Padang, Sumatera Barat.
Ilustrasi: Komik Kita |
Khotimun Sutanti, Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia bidang Advokasi kepada LekoNTT.com mengatakan, Asosiasi LBH APIK Indonesia mengadukan Andre Rosiade dari sisi pandang kepentingan dan hak perempuan serta merasa prihatin dengan aksi yang tidak prosedural tersebut. "Asosiasi LBH APIK merasa penting untuk bersuara bahwa skenario penjebakan yang dilakukan oleh Andre Rosiade tidak mengindahkan harkat dan martabat manusia, khususnya hak asasi perempuan," ungkap Khotimun melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jumat (14/2).
Lebih lanjut ia menjelaskan, Asosiasi LBH APIK Indonesia mendasarkan pada pandangan bahwa, pada ketentuan KUHAP dan Peraturan Perundangan lainnnya di Indonesia, anggota DPR bukan unsur negara yang memiliki wewenang melakukan penyelidikan, penyidikan, apalagi penjebakan terhadap suatu peristiwa yang diduga tindak pidana. Maka dari itu, penjebakan yang dilakukan oleh Andre Rosiade terhadap NN bukan merupakan wewenang dirinya sebagai anggota DPR RI dan menyalahi prosedur hukum.
Atas peristiwa tersebut, NN telah mengalami penghinaan atas harkat dan martabatnya serta bentuk kekerasan seksual melalui tipu daya pemesan yang ada dalam skenario Andre Rosiade dengan dalih turut serta dalam penegakan hukum. Dalam hal ini Andre Rosiade dapat dikenakan pasal 55 ayat (2) KUHP, khususnya ayat 2 e (turut melakukan suatu tindak pidana dengan menyalah gunakan kekuasaan) dan pasal 56 KUHP (membantu melakukan suatu tindak pidana), yaitu diduga memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu, dalam hal ini terjadinya pelacuran.
Perbuatan terduga Andre Rosiade adalah bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan yang termuat dalam Pasal 2 huruf d Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi Indonesia menjadi UU Nomor 7 tahun 1984 yaitu “untuk tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk menjamin bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai dengan kewajiban tersebut”.
"Seharusnya sebagai anggota DPR Andre Rosiade mendalami bahwa NN adalah korban dari struktur sosial yang timpang, dan prostitusi yang terjadi dapat saja merupakan bagian dari perdagangan manusia (trafficking, red), dimana dalam dunia prostitusi perempuan selalu dirugikan dan menjadi korbannya".
Dari situ, yang bersangkutan juga dapat diduga memudahkan terjadinya kejahatan trafficking yang termuat dalam Pasal 12 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, yakni tindak pidana pemanfaatan korban trafficking dengan persetubuhan atau perbuatan cabul terhadap korban trafficking.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Asosiasi LBH APIK Indonesia mendasarkan pada pandangan bahwa, pada ketentuan KUHAP dan Peraturan Perundangan lainnnya di Indonesia, anggota DPR bukan unsur negara yang memiliki wewenang melakukan penyelidikan, penyidikan, apalagi penjebakan terhadap suatu peristiwa yang diduga tindak pidana. Maka dari itu, penjebakan yang dilakukan oleh Andre Rosiade terhadap NN bukan merupakan wewenang dirinya sebagai anggota DPR RI dan menyalahi prosedur hukum.
Atas peristiwa tersebut, NN telah mengalami penghinaan atas harkat dan martabatnya serta bentuk kekerasan seksual melalui tipu daya pemesan yang ada dalam skenario Andre Rosiade dengan dalih turut serta dalam penegakan hukum. Dalam hal ini Andre Rosiade dapat dikenakan pasal 55 ayat (2) KUHP, khususnya ayat 2 e (turut melakukan suatu tindak pidana dengan menyalah gunakan kekuasaan) dan pasal 56 KUHP (membantu melakukan suatu tindak pidana), yaitu diduga memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu, dalam hal ini terjadinya pelacuran.
Andre Rosiade, Politikus Parta Gerindra. (Foto: Azka/mr) |
Perbuatan terduga Andre Rosiade adalah bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan yang termuat dalam Pasal 2 huruf d Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi Indonesia menjadi UU Nomor 7 tahun 1984 yaitu “untuk tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk menjamin bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai dengan kewajiban tersebut”.
"Seharusnya sebagai anggota DPR Andre Rosiade mendalami bahwa NN adalah korban dari struktur sosial yang timpang, dan prostitusi yang terjadi dapat saja merupakan bagian dari perdagangan manusia (trafficking, red), dimana dalam dunia prostitusi perempuan selalu dirugikan dan menjadi korbannya".
Dari situ, yang bersangkutan juga dapat diduga memudahkan terjadinya kejahatan trafficking yang termuat dalam Pasal 12 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, yakni tindak pidana pemanfaatan korban trafficking dengan persetubuhan atau perbuatan cabul terhadap korban trafficking.
Perwakilan Asosiasi LBH APIK ketika mengadukan Andre Rosiade di MKD, Jakarta pada 13 Februari (Foto: LBH APIK) |
Ratna Batara Munti, salah satu pengurus Asosiasi LBH APIK bidang Advokasi ketika dihubungi LekoNTT.com pada Jumat (14/2) mengatakan, kasus-kasus kriminalisasi perempuan dalam prostitusi sudah kerap terjadi. Kali ini lebih dapat sorotan publik karena melibatkan anggota DPR.
"Kami mengutuk keras kriminalisasi terhadap perempuan prostitut. Apa yang dilakukan Andre adalah bentuk diskriminasi dan kekerasaan terhadap perempuan. Dengan sorotan publik terhadap kasus ini, kita berharap ke depan tidak terjadi lagi kasus-kasus seperti ini," ungkap Ratna.
Menurutnya dalam kasus yang dialami NN, pihak yang seharusnya menjadi sasaran adalah mucikari. "Harusnya itu ditujukan ke mucikari dan pengguna prostitusi, para laki-laki hidung belang, karena mereka yang punya kekuasaan, punya uang. Tidak ada supplay jika tidak ada demand. Demand ini yang harus dihentikan, karena bagaimana pun perempuan yang paling banyak dirugikan, dieksploitasi," ungkapnya tegas.
Ratna pun menjelaskan, penangkapan terhadap NN tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan bias gender, tidak tepat menggunakan Pasal 296 KUHP karena NN bukan pihak yang bermata pencaharian mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul terhadap orang lain seperti yang termuat dalam pasal tersebut. Dan juga tidak tepat menggunakan Pasal 27 ayat (1) UU ITE karena NN tidak melakukan transaksi elektronik melainkan pihak lain.
"Justru tindakan Andre Rosiade yang mendorong orang lain secara sewenang-wenang menggerebek NN, memvideokan dan menyebarkan konten yang bermuatan penghinaan dan pencemaran nama baik melalui jaringan internet. Andre patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap UU ITE Pasal 27 ayat (3)".
Maka dari itu, Asosiasi LBH APIK menuntut kepada MKD agar segera melakukan pemeriksaan terhadap Andre Rosiade dan memberikan sanksi tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Juga kepada Kepolisian RI agar segera membebaskan NN karena tidak terdapat unsur yang menyangkut dirinya dalam ketentuan tindak pidana.
Selain itu, Kepolisian RI juga harus melakukan pemeriksaan terhadap Andre Rosiade atas dugaan pelanggaran berbagai peraturan perundangan yang telah dijelaskan pada pandangan di atas. Dan DPR maupun pemerintah harus memastikan penegakan hukum yang independen dan adil serta mengedepankan persamaan di muka hukum (equality before the law). (het)
Menurutnya dalam kasus yang dialami NN, pihak yang seharusnya menjadi sasaran adalah mucikari. "Harusnya itu ditujukan ke mucikari dan pengguna prostitusi, para laki-laki hidung belang, karena mereka yang punya kekuasaan, punya uang. Tidak ada supplay jika tidak ada demand. Demand ini yang harus dihentikan, karena bagaimana pun perempuan yang paling banyak dirugikan, dieksploitasi," ungkapnya tegas.
Ratna pun menjelaskan, penangkapan terhadap NN tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan bias gender, tidak tepat menggunakan Pasal 296 KUHP karena NN bukan pihak yang bermata pencaharian mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul terhadap orang lain seperti yang termuat dalam pasal tersebut. Dan juga tidak tepat menggunakan Pasal 27 ayat (1) UU ITE karena NN tidak melakukan transaksi elektronik melainkan pihak lain.
"Justru tindakan Andre Rosiade yang mendorong orang lain secara sewenang-wenang menggerebek NN, memvideokan dan menyebarkan konten yang bermuatan penghinaan dan pencemaran nama baik melalui jaringan internet. Andre patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap UU ITE Pasal 27 ayat (3)".
Maka dari itu, Asosiasi LBH APIK menuntut kepada MKD agar segera melakukan pemeriksaan terhadap Andre Rosiade dan memberikan sanksi tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Juga kepada Kepolisian RI agar segera membebaskan NN karena tidak terdapat unsur yang menyangkut dirinya dalam ketentuan tindak pidana.
Selain itu, Kepolisian RI juga harus melakukan pemeriksaan terhadap Andre Rosiade atas dugaan pelanggaran berbagai peraturan perundangan yang telah dijelaskan pada pandangan di atas. Dan DPR maupun pemerintah harus memastikan penegakan hukum yang independen dan adil serta mengedepankan persamaan di muka hukum (equality before the law). (het)
0 Response to "Penjebakan ala Andre Rosiade, Merendahkan Martabat dan Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan"
Posting Komentar