Perlu untuk mulai kita pikirkan, apa yang bisa kita buat supaya anak-anak tidak selalu jadi golongan yang terpinggirkan di tenda-tenda pesta.
Ilustrasi: Rawpixel |
Apa yang biasa kamu lihat di pesta nikah, pesta imam baru, atau pesta lain? Daging. Pastor. Orang berdansa. Orang mabuk. Kadang berkelahi. Tetapi apa yang akan sering kamu lihat, kamu temui, bahkan sesekali kamu tabrak saat mereka berlarian? Anak-anak.
Anak-anak ini biasanya datang ikut dong punya mama. Mereka sudah cukup besar untuk mondar-mandir sendiri, tetapi belum cukup besar untuk pergi jauh, apalagi ditinggal sendiri di rumah pas ada acara atau pesta keluarga.
Nah, sementara mereka punya mama bamasak di belakang, atau layan orang, dan bapa urus hal-hal lain, mereka biasanya mondar-mandir di tempat pesta. Sesekali mereka merengek minta sate. Sesekali mereka balari kiri kanan sampai kadang ada orang dewasa yang tegur pake berteriak: “Heh, Gio! Pi main di belakang sana!” “Tinus, kai mutuin nan! (Tinus, jangan lewat situ!”)
Meskipun anak-anak ini selalu ada, mereka adalah kelompok usia yang paling sering diabaikan oleh para perancang pesta. Di seluruh rangkaian acara perayaan, acara mana yang ramah untuk anak? Mulai dari sambutan bupati, potong kue, bacium, kembang api, musik romantis, sampai makan-makan… mana yang ramah dan melibatkan anak? Saat acara bebas dimulai, ketika orang dewasa mulai minum-minum, bergembira dan badansa, apa yang mereka bikin?
Mereka bakumpul di sudut tenda. Duduk kering-kering, perhatikan orang dansa. Atau mulai saling bully. Menunggu musik disko untuk masuk dan bikin abu naik. Sial kalau pas musik disko, orang dewasa su duluan lompat masuk dan bikin penuh arena. Mereka putar-putar saja lewat pinggir.
Kadang-kadang, orang-orang dewasa akan suruh pulang tidur. Anak-anak bubar! Tapi bagaimana dia mau pulang kalau dia pu mama masih ada di situ? Bagaimana dia mau tidur kalau musik pungpang sampai pagi?
Mungkin ini tidak akan terlalu jadi ironi bila itu adalah pesta nikah. Pesta orang dewasa. Tapi saya pernah menghadiri perayaan sambut baru, dimana orang dewasa badansa ramai, sementara anak-anak hanya taputar di pinggir, tunggu kapan musik disko supaya bisa lompat masuk. Bukankah itu pesta untuk anak yang sambut baru? Bukankah yang harus lebih diberi ruang adalah anak-anak, teman-teman dari ia yang berbahagia?
Saya kira, karena banyaknya acara perayaan di sekitar sini (kalau sudah musimnya, hampir tiap malam ada pesta), perlu untuk mulai kita pikirkan, apa yang bisa kita buat supaya anak-anak tidak selalu jadi golongan yang terpinggirkan di tenda-tenda pesta. Bebas dari pengabaian. Bebas dari lelucon-lelucon mesum MC di perayaan nikah.
Jika itu memang hari bahagiamu, buat anak-anak ikut berbahagia. Saya berani bilang, sudah terlalu banyak pesta untuk orang dewasa!
Orang dewasa akan dansa sampai capek, lalu pulang dan menghadiri pesta berikut, sambil menilai perayaan mana yang lebih ramai. Mana yang musiknya bagus. Mana yang MC-nya lucu. Mana yang makannya cukup, dan lain-lain. Tetapi jika kau merancang sesuatu untuk anak-anak juga, mereka akan sangat berbahagia. Dan mengingatnya. Dan tidak lagi terabaikan di tenda-tenda pesta.
Penulis: Felix K. Nesi
0 Response to "Merancang Pesta Ramah Anak"
Posting Komentar