Palangkaraya, LekoNTT.com - Philip Jacobson, editor pemenang penghargaan internasional, yang bekerja untuk media berita lingkungan Mongabay.com ditangkap karena dugaan pelanggaran visa di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Selasa (21/1/20), setelah jadi tahanan kota di sana itu selama sebulan. Jacobson (30) jadi tahanan kota sejak 17 Desember 2019, setelah menghadiri sidang dengar pendapat di DPRD Kalteng dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), kelompok advokasi hak-hak adat terbesar di Indonesia, soal “peladang” di kalangan adat.
Philip Jacobson, Editor Mongabay.com (Foto: Mongabay) |
Jacobson melakukan perjalanan ke Palangkaraya, tak lama setelah memasuki Indonesia dengan visa bisnis untuk serangkaian pertemuan. Pada hari dia akan terbang dari Palangkaraya, pejabat imigrasi menyita paspornya, interogasi selama empat jam dan memerintahkan untuk tetap berada di Palangkaraya sambil menunggu penyelidikan.
Pada 21 Januari 2020, lebih dari sebulan kemudian, ia secara resmi ditangkap dan ditahan. Ia diberitahu bahwa ia menghadapi tuduhan pelanggaran Undang-undang Imigrasi tahun 2011 dengan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun, dan sekarang ditahan di rutan Palangkaraya.
"Kami mendukung Philip dalam kasus yang sedang berlangsung ini dan melakukan segala upaya untuk mematuhi otoritas imigrasi Indonesia,” kata Rhett A. Butler, Pendiri dan CEO Mongabay. Rhett tidak menyangka bahwa petugas imigrasi mengambil tindakan langkah hukum terhadap Philip atas masalah administrasi.
Penangkapan Jacobson dilakukan tak lama setelah Human Rights Watch mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan adanya peningkatan kekerasan terhadap aktivis HAM dan aktivis lingkungan di Indonesia, dan di tengah meningkatnya tekanan terhadap suara-suara kritis.
“Wartawan dan awak media harusnya nyaman bekerja di Indonesia tanpa takut akan penahanan sewenang-wenang,” kata Andreas Harsono, dari Human Rights Watch, yang kenal Jacobson dan mengikuti kasus ini dari awal. Lebih lanjut ia mengatakan, perlakuan terhadap Philip Jacobson adalah sinyal yang mengkhawatirkan bahwa pemerintah Indonesia melakukan kriminalisasi terhadap suatu pekerjaan yang vital bagi kesehatan demokrasi Indonesia.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Abdul Manan menilai penangkapan terhadap Jacobson adalah respon berlebihan dari pemerintah Indonesia terkait jurnalis yang kritis terhadap isu lingkungan di Indonesia. "Kami menganggap ini berlebihan karena menggunakan isu administrasi untuk menahan orang," ungkap Abdul Manan, sebagaimana dilansir BBC News Indonesia, Rabu (22/1).
Abdul juga menandaskan bahwa pemerintah Indonesia lebih alergi terhadap kritik. Menurutnya, peristiwa yang dialami Philip tidak bisa dibiarkan, sebab di waktu lain, peristiwa itu bisa saja menimpa yang lain, termasuk wartawan-wartawan Indonesia.
Pada 21 Januari 2020, lebih dari sebulan kemudian, ia secara resmi ditangkap dan ditahan. Ia diberitahu bahwa ia menghadapi tuduhan pelanggaran Undang-undang Imigrasi tahun 2011 dengan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun, dan sekarang ditahan di rutan Palangkaraya.
"Kami mendukung Philip dalam kasus yang sedang berlangsung ini dan melakukan segala upaya untuk mematuhi otoritas imigrasi Indonesia,” kata Rhett A. Butler, Pendiri dan CEO Mongabay. Rhett tidak menyangka bahwa petugas imigrasi mengambil tindakan langkah hukum terhadap Philip atas masalah administrasi.
Penangkapan Jacobson dilakukan tak lama setelah Human Rights Watch mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan adanya peningkatan kekerasan terhadap aktivis HAM dan aktivis lingkungan di Indonesia, dan di tengah meningkatnya tekanan terhadap suara-suara kritis.
“Wartawan dan awak media harusnya nyaman bekerja di Indonesia tanpa takut akan penahanan sewenang-wenang,” kata Andreas Harsono, dari Human Rights Watch, yang kenal Jacobson dan mengikuti kasus ini dari awal. Lebih lanjut ia mengatakan, perlakuan terhadap Philip Jacobson adalah sinyal yang mengkhawatirkan bahwa pemerintah Indonesia melakukan kriminalisasi terhadap suatu pekerjaan yang vital bagi kesehatan demokrasi Indonesia.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Abdul Manan menilai penangkapan terhadap Jacobson adalah respon berlebihan dari pemerintah Indonesia terkait jurnalis yang kritis terhadap isu lingkungan di Indonesia. "Kami menganggap ini berlebihan karena menggunakan isu administrasi untuk menahan orang," ungkap Abdul Manan, sebagaimana dilansir BBC News Indonesia, Rabu (22/1).
Abdul juga menandaskan bahwa pemerintah Indonesia lebih alergi terhadap kritik. Menurutnya, peristiwa yang dialami Philip tidak bisa dibiarkan, sebab di waktu lain, peristiwa itu bisa saja menimpa yang lain, termasuk wartawan-wartawan Indonesia.
Kebakaran Hutan dan Lahan di Palangkaraya, Kalteng. (Foto: iNes/ Ade Sata) |
Kronologis kasus keimigrasian Philip Jacobson:
Philip Jacobson adalah karyawan Mongabay, sebuah organisasi berita sains lingkungan nirlaba. Jacobson adalah editor Mongabay.com yang membagi waktunya antara Indonesia dan AS, negara asalnya. Kronologi ini menguraikan peristiwa yang puncaknya pada kasus penahanan Jacobson di kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
14 Desember: Jacobson melakukan perjalanan dengan multiple-entry business visa, tiba di Palangkaraya, ibu kota provinsi Kalimantan Tengah, untuk bertemu dengan pegiat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sebuah kelompok advokasi hak-hak adat.
16 Desember: Jacobson menghadiri dialog di gedung parlemen daerah, DPRD Kalimantan Tengah dan cabang AMAN setempat.
17 Desember: Jacobson dijadwalkan terbang keluar dari Palangkaraya, tetapi sebelum dia bisa pergi ke bandara, petugas imigrasi pergi ke wisma tempat dia menginap dan menyita paspornya. Para pejabat memerintahkan Jacobson untuk datang pada hari berikutnya untuk diinterogasi. Diketahui kemudian bahwa seseorang telah memotret Jacobson di gedung parlemen dan melaporkannya ke imigrasi.
18 Desember: Di kantor imigrasi Jacobson diinterogasi tentang kegiatannya. Pihak berwenang mengambil pernyataan resmi, yang dikenal sebagai BAP, dan memerintahkan Jacobson untuk tetap di Palangkaraya sementara mereka melanjutkan penyelidikan.
20 Desember: Kedutaan Besar AS menelepon kantor imigrasi, disebutkan bahwa mereka tidak akan memberikan batas waktu untuk investigasi atau proses administrasi.
24 Desember: Jacobson ketinggalan penerbangan internasional keluar dari Indonesia, untuk liburan Natal dan Tahun Baru.
26 Desember – 7 Januari: Imigrasi terus mengelak tentang jadwal waktu untuk proses administrasi.
9 Januari: Jacobson dipanggil ke kantor imigrasi, di mana dia menerima surat resmi yang mengatakan dia dicurigai melakukan pelanggaran visa dan sedang diselidiki. Pihak berwenang menyatakan bahwa selama Jacobson tetap kooperatif, dia akan tetap menjadi tahanan kota, daripada ditahan di sel imigrasi.
21 Januari (Hari 36): Petugas imigrasi mendatangi wisma tempat menginap Jacobson dan memerintahkannya untuk mengepak barang-barangnya dan ikut bersama mereka. Dia ditahan dan dipindahkan ke pusat penahanan.
14 Desember: Jacobson melakukan perjalanan dengan multiple-entry business visa, tiba di Palangkaraya, ibu kota provinsi Kalimantan Tengah, untuk bertemu dengan pegiat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sebuah kelompok advokasi hak-hak adat.
16 Desember: Jacobson menghadiri dialog di gedung parlemen daerah, DPRD Kalimantan Tengah dan cabang AMAN setempat.
17 Desember: Jacobson dijadwalkan terbang keluar dari Palangkaraya, tetapi sebelum dia bisa pergi ke bandara, petugas imigrasi pergi ke wisma tempat dia menginap dan menyita paspornya. Para pejabat memerintahkan Jacobson untuk datang pada hari berikutnya untuk diinterogasi. Diketahui kemudian bahwa seseorang telah memotret Jacobson di gedung parlemen dan melaporkannya ke imigrasi.
18 Desember: Di kantor imigrasi Jacobson diinterogasi tentang kegiatannya. Pihak berwenang mengambil pernyataan resmi, yang dikenal sebagai BAP, dan memerintahkan Jacobson untuk tetap di Palangkaraya sementara mereka melanjutkan penyelidikan.
20 Desember: Kedutaan Besar AS menelepon kantor imigrasi, disebutkan bahwa mereka tidak akan memberikan batas waktu untuk investigasi atau proses administrasi.
24 Desember: Jacobson ketinggalan penerbangan internasional keluar dari Indonesia, untuk liburan Natal dan Tahun Baru.
26 Desember – 7 Januari: Imigrasi terus mengelak tentang jadwal waktu untuk proses administrasi.
9 Januari: Jacobson dipanggil ke kantor imigrasi, di mana dia menerima surat resmi yang mengatakan dia dicurigai melakukan pelanggaran visa dan sedang diselidiki. Pihak berwenang menyatakan bahwa selama Jacobson tetap kooperatif, dia akan tetap menjadi tahanan kota, daripada ditahan di sel imigrasi.
21 Januari (Hari 36): Petugas imigrasi mendatangi wisma tempat menginap Jacobson dan memerintahkannya untuk mengepak barang-barangnya dan ikut bersama mereka. Dia ditahan dan dipindahkan ke pusat penahanan.
Sumber: Rilis Pers Mongabay.com, 21 Januari 2020
0 Response to "Imigrasi Palangka Raya Tahan Jurnalis Mongabay Philip Jacobson"
Posting Komentar