Atambua, LekoNTT.com – Bertepatan
dengan Bulan Misi 2019, Komisi Karya Misioner (KKM) Keuskupan Atambua
menyelenggarakan Seminar Misi pada Senin (28/10/2019) yang lalu. Seminar
tersebut dilangsungkan di Aula St. Dominikus, Emaus, Jln. Nela Raya No. 17,
Atambua, NTT.
Para peserta Seminar Misi Keuskupan Atambua |
Seminar ini dilakukan
dalam rangka memperingati 100 tahun Surat Apostolik Maximum Illud Paus Benediktus XV pada 30 November 1919. Tema besar
yang menjadi pokok pembahasan dalam seminar ini adalah “Dibaptis dan Diutus”
Gereja Kristus dalam Misi di Dunia, tidak jauh berbeda dengan tema besar Komisi
Karya Misioner Konferensi Waligereja Indonesia (KKM KWI) tahun ini.
Pater Salvator Towari,
SVD, selaku Ketua Komisi Karya Misioner Keuskupan Atambua membawakan sambutan
pembuka, selanjutnya sambutan dari Pater Vinsen Wun, SVD, Vikjen Keuskupan
Atambua sekaligus membuka acara seminar ini. Dalam sambutannya Pater Vinsen
berharap agar para peserta dapat meniru semangat para misonaris zaman dahulu.
Mengawali seluruh rangkaian kegiatan, Yosef Helo, moderator seminar, mengajak seluruh peserta menyanyikan lagu Vos Amici Mei Estis dan mengucapkan visi dan misi Keuskupan Atambua. Panitia juga menghadirkan Romo Octovianus Naif, Pr sebagai narasumber dalam acara ini.
Dalam pemaparannya, Romo Octo menyajikan kerangka dari Surat Apostolik Maximum Illud yang terbagi dalam tiga bagian besar. Bagian pertama adalah pendahuluan; bagian kedua isi Surat Apostolik Maximum Illud; bagian ketiga kesimpulan.
Mengawali seluruh rangkaian kegiatan, Yosef Helo, moderator seminar, mengajak seluruh peserta menyanyikan lagu Vos Amici Mei Estis dan mengucapkan visi dan misi Keuskupan Atambua. Panitia juga menghadirkan Romo Octovianus Naif, Pr sebagai narasumber dalam acara ini.
Dalam pemaparannya, Romo Octo menyajikan kerangka dari Surat Apostolik Maximum Illud yang terbagi dalam tiga bagian besar. Bagian pertama adalah pendahuluan; bagian kedua isi Surat Apostolik Maximum Illud; bagian ketiga kesimpulan.
Romo Octo juga
menegaskan bahwa setiap orang yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis
adalah misionaris. Hal itu disampaikan untuk meluruskan konsep sebagian besar
umat yang keliru menerjemahkan kata ‘misionaris’ sebagai orang-orang (para
pastor) zaman dahulu yang datang dari negeri Belanda dan Jerman ke Indonesia
dengan ‘membawa’ Agama Katolik. Selain itu ditegaskan pula bahwa di dalam
biara-biara atau tarekat serta keuskupan perlu diadakan narasi misioner dari
para pendahulu.
Isi narasi misioner adalah keutamaan-keutamaan yang telah dilakukan oleh para pendahulu agar mereka yang datang kemudian (calon dan juga anggota tetap) dapat meniru hal-hal baik itu. Selain itu dapat juga berisi pesan-pesan Injil dan moral yang baik dan benar.
Ditandaskan pula bahwa untuk dapat menjalankan karya-karya misi, perlu melibatkan agama-agama lain tanpa membicarakan dogma dalam konteks ini. Ada empat hal yang perlu dicermati bersama karena akan dialami oleh agama apapun, antara lain; pertama, kemiskinan struktural; kedua, kemiskinan mental, ketiga, ketidakadilan terhadap kaum perempuan (migran dan perantau) keempat, ketidakpedulian orang orang zaman now terhadap iman dan agama.
Isi narasi misioner adalah keutamaan-keutamaan yang telah dilakukan oleh para pendahulu agar mereka yang datang kemudian (calon dan juga anggota tetap) dapat meniru hal-hal baik itu. Selain itu dapat juga berisi pesan-pesan Injil dan moral yang baik dan benar.
Ditandaskan pula bahwa untuk dapat menjalankan karya-karya misi, perlu melibatkan agama-agama lain tanpa membicarakan dogma dalam konteks ini. Ada empat hal yang perlu dicermati bersama karena akan dialami oleh agama apapun, antara lain; pertama, kemiskinan struktural; kedua, kemiskinan mental, ketiga, ketidakadilan terhadap kaum perempuan (migran dan perantau) keempat, ketidakpedulian orang orang zaman now terhadap iman dan agama.
Mengakhiri seminar
yang dihadiri oleh para imam, biarawan-biarawati, umat, utusan kelompok
kategorial (OMK, THS-THM, Legio Maria, Misdinar), Romo Octo pun mengajak agar semua
dapat membawa semangat misioner ke mana pun berada, terutama untuk melawan
tantangan zaman ini yaitu hoax.
“Seorang misionaris harus berani bersaksi lewat cara hidup yang nyata,” tutur Dosen Misiologi Fakultas Filsafat dan Teologi UNIKA Widya Mandira Kupang itu. Ia pun berharap agar diadakan kelompok misioner di setiap paroki yang melibatkan OMK, biarawan-biarawati serta seluruh umat untuk terjun ke kampung-kampung yang belum mengenal Kristus secara lebih dekat.
“Seorang misionaris harus berani bersaksi lewat cara hidup yang nyata,” tutur Dosen Misiologi Fakultas Filsafat dan Teologi UNIKA Widya Mandira Kupang itu. Ia pun berharap agar diadakan kelompok misioner di setiap paroki yang melibatkan OMK, biarawan-biarawati serta seluruh umat untuk terjun ke kampung-kampung yang belum mengenal Kristus secara lebih dekat.
Penulis:
Weren Taseseb
0 Response to "Peringati 100 Tahun ‘Maximum Illud’, Keuskupan Atambua Tekankan Empat Poin dalam Seminar Misi"
Posting Komentar