Waingapu, LekoNTT.com - Pagelaran Festival Wai Humba (FWH) VIII di Desa Kananggar, Kecamatan
Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur berlangsung selama tiga hari, sejak tanggal 18 hingga 20 Oktober 2019. FWH mengusung
tema Nda Humba Lila Mohu Akama (bukan
Sumba yang menuju kemusnahan) dengan sub tema Tau Raka Tau, Mai Ta
Padjulu (Manusia Sepantasnya Manusia, Mari Kita Bermain).
FWH VIII 2019 ini melibatkan perwakilan dari
masyarakat di empat gunung (simbolis)
yang ada di pulau Sumba, yakni Wanggameti,
Porunombu, Tanadaru, dan Yawila. Selain masyarakat adat setempat, hadir juga
pemerintah kecamatan/desa, pegiat budaya, Jatam, Aman, Walhi NTT,
Donders, STT GKS Lewa, Akademi Keperawatan Sumba, dan masih banyak lagi yang
hadir dalam festival tersebut.
Kegiatan
ini dibuka oleh Staf Khusus Direktorat Jendral Kebudayaan Republik Indonesia, Lefidus
Malau. Dalam
sambutannya, Lefidus
mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan aktivitas luar biasa yang perlu
dipertahankan sebagai nilai yang terus digaungkan, terutama oleh orang muda. “Kegiatan
ini menjadi pengingat bagi setiap generasi muda Sumba dalam melihat persoalan
budaya dan lingkungan.”
Lefidus,
secara seremonial melakukan peresmian Gelanggang Olahraga Tradisional.
Seremonial penandatangan prasasti juga disaksikan oleh Umbu Kudu Nengi Rutung, selaku Kepala Desa dan Umbu Domu Maramba
Didi, selaku
tokoh masyarakat setempat.
“FWH VIII menjadi momentum penting bagi
masyarakat Sumba di empat kabupaten, peserta maupun pegiat kebudayaan dimana
pada kegiatan ini
menjadi bersejarah dengan diresmikannya gelanggang
olahraga tradisional berupa lapangan pacuan kuda ini,” ungkap Lefidus.
Agenda
dalam FWH VIII 2019 adalah upaya untuk pelestarian budaya dan lingkungan, penghargaaan terhadap pejuang lingkungan
di Tana Humba dan peresmian Gelanggang Olahraga Tradisional yang bertujuan
untuk menghidupkan kembali permainan tradisional masyarakat Sumba yang terancam
hilang.
Umbu
Kudu Nengi Rutung selaku kepala Desa Kananggar sekaligus panitia FWH VIII 2019
dalam sambutannya mengapresiasi seluruh pihak yang mendukung pelaksanaan FWH
VIII di Desa Kananggar. “Ini merupakan sebuah kehormatan dan kebanggaan yang
luar bisa bagi kami masyarakat desa. Budaya Sumba perlu kita pertahankan dan
lestarikan bersama, identitas orang Sumba (Tau
Humba) adalah budayanya, oleh karena itu kami sangat bangga ketika generasi
muda Humba hari ini kembali mengingatkan kepada kita semua untuk tetap
mempertahankan identitas budaya dan terus melestarikannya,” ujar Umbu.
Selain
itu Pater Mike Keraf, salah satu dinamisator FWH VIII 2019 menyatakan Festival empat
Gunung Wai Humba adalah jembatan alternatif baru untuk mendekatkan kembali
manusia dengan Sang Pencipta dan alam sekitarnya. “Festival ini sesungguhnya
terinspirasi dari Kalarat Wai atau Pa Erri Wee ala nenek moyang.
Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan budaya Humba dalam
konteks pelestarian dan perlindungan alam dari pengrusakan yang serampangan. Festival
ini juga dibuat sebagai kesempatan untuk mengucap syukur kepada Pencipta dan
berterimakasih kepada leluhur yang telah menanamkan kearifan alam.”
Sem Ridi Djawamara, Ketua Panitia FWH
VIII 2019 menjelaskan, tema yang diusung sama seperti tahun-tahun sebelumnya. “Bukan Humba Yang Menuju Kemusnahan adalah
refleksi diri kita sebagai orang Sumba yang berbudaya. Oleh karena itu, FWH
VIII ini merupakan dialog kebudayaan dan ruang konsolidasi budaya masyarakat
Sumba.”
Sem menambahkan bahwa, Festival ini telah digelar
sebanyak delapan kali setelah sebelumnya yang pertama di
tanggal 29 Oktober 2012 silam di Sungai Paponggu di kawasan pegunungan Tana
Daru, Sumba Tengah; yang kedua di lereng Gunung Yawilla, tepatnya di
Umma Pande, Desa Dikira Kabupaten Sumba Barat Daya. Ketiga di Desa
Ramuk, Sumba Timur. Keempat di
Paponggu, Tanadaru, Sumba Tengah.
Kelima di
Kadahang, Haharu, Sumba Timur. Keenam di
Porunombu. Ketujuh di
Yawilla, Kabupaten Sumba
Barat Daya. Kali ini Wanggameti Desa Kananggar, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur, sebagai tuan rumah.
Festival
ini juga dikemas sebagai ibadah, pesta rakyat, perayaan kebudayaan sekaligus kampanye
pelestarian lingkungan hidup di Humba/Sumba. “Kiranyanya
semangat dan solidaritas persaudaraan kita sebagai orang yang berbudaya tetap
diperkuat dengan karakter-karakter Pancasila. Bahwa perbedaan itu adalah kekuatan terbesar
kita dalam membangun Sumba, semangat toleransi perlu dipupuk dengan nilai-nilai
kearifan lokal baik dalam suku, agama, bahasa, dan adat istiadat,” tandas Sem. (DK)
Foto: Panitia FWH VIII
0 Response to "Dari Wai Humba VIII, Sumba Punya Gelanggang Olahraga Tradisional"
Posting Komentar