Yogyakarta, LekoNTT.com - Tagar Gejayan Memanggil jadi trending topik di media sosial, Minggu (22/9/2019). Tagar tersebut merupakan seruan aksi oleh seleruh mahasiswa dan semua elemen masyarakat Yogyakarta.
Seruan aksi yang diinisiasi oleh Aliansi Rakyat Bergerak akan dilangsungkan pada Senin (23/9/2019) berpusat di Pertigaan Colombo, Gejayan, Yogyakarta. Dalam rencana, massa akan memulai aksi dengan long march di tiga titik, Gedung Utama Kampus Sanata Dharma, Pertigaan Revolusi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Bundaran Universitas Gadjah Mada.
Seruan aksi yang diinisiasi oleh Aliansi Rakyat Bergerak akan dilangsungkan pada Senin (23/9/2019) berpusat di Pertigaan Colombo, Gejayan, Yogyakarta. Dalam rencana, massa akan memulai aksi dengan long march di tiga titik, Gedung Utama Kampus Sanata Dharma, Pertigaan Revolusi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Bundaran Universitas Gadjah Mada.
Tempat tersebut mengingatkan kembali Peristiwa Gejayan
atau dikenal dengan Tragedi Yogyakarta. Peristiwa dimana mahasiswa dan berbagai
elemen masyarakat melakukan perlawanan terhadap rezim represif Orde Baru. Mereka
menggelar unjuk rasa, menolak terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden
pada Mei 1998.
Ini tahun, Gejayan seolah kembali memanggil dan
menyatukan berbagai kegelisahan, dipicu oleh situasi negara yang sangat
memprihatinkan. Pemerintah yang akan segera mengesahkan Revisi Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (RKUHP) memuat pasal-pasal kontroversial.
Aksi mahasiswa menolak RKUHP. (Foto:Miftahhulhayat/ Jawa Pos) |
Aliansi Rakyat Bergerak menilai, pemerintah tidak
berpihak kepada rakyat melalui RKUHP, UU Komisi Pemberantasan Korupsi, RUU
Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, kriminalisasi aktivis, dan mandegnya
pemerintah dalam menangani isu serta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Kami melihat ada banyak pasal bermasalah dalam RKUHP.
Pasal-pasal itu bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi,” ungkap
Naqiyah, Humas Aliansi Rakyat Bergerak kepada LekoNTT.com, Senin (23/9/2019).
Lebih lanjut, Naqiyah mengatakan, Aliansi Rakyat
Bergerak telah melakukan kajian terhadap berbagai pasal kontroversial dalam
RKUHP. Kritik dari berbagai lapisan masyarakat tidak dipertimbangkan pihak legislatif.
RKUHP hanya menguntungkan kaum oligark, mengebiri demokrasi yang tentu
merugikan masyarakat luas. Aliansi melalui Naqiyah berharap agar RKUHP segera
ditinjau.
“Kami ingin agar RKUHP dikaji ulang dan pasal-pasal
bermasalah tersebut segera direvisi,” ungkapnya.
Pernyataan Sikap Aliansi Rakyat
Bergerak*
Kekuasaan rezim militer Soeharto telah
runtuh 21 tahun yang lalu setelah
32 tahun berkuasa. Peristiwa tersebut menandakan adanya semangat memperjuangkan kembali demokrasi
untuk rakyat. Dalam gerakan tersebut, setidaknya terdapat beberapa poin penting
yang menjadi landasan perjuangan reformasi.
Pertama, narasi besar developmentalism rezim militer Soeharto
yang telah berkontribusi terhadap tingginya angka kemiskinan dan ketimpangan.
Kedua, ada semangat membebaskan masyarakat dari cengkraman ketidakpastian
hukum, menghapuskan korupsi, penyelewengan kekuasaan, kenaikan harga, dan
pengangguran.
Melalui latar belakang
tersebut, gerakan reformasi menuntut lembaga penyalur pendapat masyarakat harus
berperan serta menampung aspirasi pendapat masyarakat luas yang lebih
partisipatif. Satu hal yang perlu
dipahami bahwa Negara adalah sebuah arena yang harus direbut.
Negara tidak pernah utuh-terpadu
dan state bukanlah entitas yang homogen.
State adalah arena pertarungan kelas
yang bisa tarik-menarik, dan juga dikuasai kelas tertentu. Indonesia
memperlihatkan bahwa peta politik-ekonomi tidak ada perubahan secara radikal
pasca reformasi. Di
Indonesia, pasca reformasi, peta politik-ekonomi Negara justru didominasi oleh
borjuasi lokal.
Saat ini oligarki membajak
demokrasi, salah
satunya melalui pengendalian proses pembuatan kebijakan publik. Bahkan mereka
masuk dan mengendalikan institusi demokrasi seperti partai politik dan media.
Melalui pemahaman ini, konsep oligarki pada akhirnya juga berperan dalam proses
perusakan lingkungan yang pada konteks Indonesia beberapa waktu terakhir
termanifestasikan dalam kerusakan lahan.
Sebab, undang-undang yang akan
menguntungkan oligark digunakan untuk melakukan pertahanan kekuasaan (baik
pertahanan kekayaan maupun pendapatan). Hal ini penting untuk disadari, bahwa
kadang kepentingan para oligark tersembunyi dalam pasal-pasal yang ada.
Pardoks yang terjadi justru
demokrasi mati melalui saluran demokrasi itu sendiri. Contoh nyata dominasi
oligarki saat ini bisa dilihat dari berbagai kejadian akhir-akhir ini.
Disahkannya UU KPK pada 17 September 2019 menjadi paradoks besar atas salah
satu agenda reformasi untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain
itu, supremasi hukum sebagai salah satu agenda reformasi juga menemui
jalan buntu.
Banyaknya pasal yang mendapat
kritik dari berbagai lapisan masyarakat seolah tidak menjadi bahan pertimbangan
bagi legislatif. Pasal-pasal ini meliputi aturan mengenai Makar, Kehormatan
Presiden, Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Hukum yang Hidup di Masyarakat, dan
beberapa pasal yang mengatur ranah privat masyarakat.
Tidak berhenti sampai sana,
saat ini juga muncul beberapa rancangan peraturan perundang-undangan yang
terkesan hadir sebagai formalitas penyelesaian tugas legislatif. Hadirnya RUU
Pertanahan dan RUU Ketenagakerjaan, misalnya, terkesan terlalu mendadak dan
dipaksakan. Sedangkan di sisi lain, terdapat RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
yang sempat menjadi bola panas menjelang pemilu, hingga saat ini justru belum
mendapat kepastian pembahasan lebih lanjut.
Di lain sisi, kebebasan
demokrasi juga semakin diberangus melalui RKUHP dan juga praktek-praktek
kriminalisasi aktivis di berbagai sektor. Maka dari itu, atas kondisi tersebut,
Aliansi Rakyat Bergerak menyatakan sikap:
- Mendesak adanya penundaan untuk melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP.
- Mendesak Pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
- Menuntut Negara untuk mengusut dan mengadili elit-elit yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia.
- Menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja.
- Menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan yang merupakan bentuk penghianatan terhadap semangat reforma agraria.
- Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
- Mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis di berbagai sektor.
Flyer Seruan Aksi Damai (Aliansi Rakyat Bergerak) |
*Rilis Pers Aliansi Rakyat
Bergerak, 23 September 2019 (ed.red)
0 Response to "RKUHP Berwajah Oligarki, Aliansi Rakyat Bergerak Beraksi"
Posting Komentar