Pencarian dan Pemaknaan Bentuk
Yang terhormat publik dan komunitas-komunitas kehidupan di kota Kupang, khususnya para sahabat dan pegiat seni, para seniman dan pemerhati kebudayaan yang secara khusus telah meluangkan waktu untuk ikut serta dalam kegiatan lomba foto ini; dan secara umum para sahabat, saudara sekalian, yang di tengah kesibukannya memamah kehidupan masih mau meluangkan waktu dan perhatian atas kegiatan yang sederhana ini.
Secara total, ada
dua puluh tiga peserta yang mengikuti lomba, dan jumlah karya
seluruhnya adalah empat puluh sembilan foto.
Seorang pembuat
komik, Harvey Peckar dalam karyanya American Splendour berkata: “Apa artinya
keberadaan? Apakah kita hanya berarti saat kita menjadi cerita? Tokoh utama? Dan saat cerita usai, ke mana kita pergi?”
Apa artinya diri
kita dalam pusaran hubungan sosial ini? Publik yang sebenarnya itu mewakili
siapa? Seberapa jauh individu bisa menyala-nyala dalam sebuah kelompok?
Seberapa mampu sebuah kelompok bergerak menuju apa yang disebut keadilan atau
yang paling menakutkan: Kebenaran? Apakah mungkin setiap individu dapat utuh berbahagia?
Tanpa ada lagi ketaksamarataan dan kemalingan?
Pada kenyataannya
di luar sana kota menghampiri setiap penduduknya, hidup berdenyut dengan satu
nama yang tak bisa disangkal: uang dan kekuasaan.
Demi hal itu kita semua dapat bersaksi bagaimana ketidakadilan dapat hadir.
Sementara jauh di dalam diri, kita pahami bahwa sudah sebaiknya kita dapat
selalu mampu menjawab tuntutan untuk menjadi “adil sejak di alam pemikiran”.
Mungkin kami
sedang meracau. Tapi paling tidak, itulah yang kami dapatkan dari proses menjadi juri ini. Bahwa kita diberi ruang oleh seni
untuk bisa memaknai apa yang kita sebut kehidupan.
Pemaknaan adalah
proses melukai. Ada yang diakui, ada yang tak diberi peduli. Seperti yang kami
lakukan saat melihat dan memilih karya-karya ini. Percayalah, pada takaran
tertentu, kamilah yang terluka. Seni membuat makna-makna
lahir dari luka-luka dan untuk kemudian tumbuh menjadi bentuk-bentuk bahasa
baru, di mana harapan akan ikut hadir, dan keadilan mungkin untuk ditanami dan
dituai. Ya, kenapa tidak?
Dari 49 karya
kami memilih 20 buah yang lolos seleksi dari standar-standar yang kami terapkan
(keberadaan narasi, dan aspek-aspek estetika). Kemudian kami memilih 10 karya
yang lebih baik dalam kelompok 20 itu (salah satu
alasannya adalah untuk keperluan pemajangan
di acara pameran foto
Kencan Buku Fes II). Akhirnya, dari 10 karya itu kami menentukan 3 karya yang
paling baik. Tiga karya itu adalah WC Umum oleh Henny Lada, Mesin Tik oleh Ifana Tungga, dan Jembatan Darurat di Desa Balaweling I oleh Wanthy Hayon.
Demikian, sudilah
kawan-kawan sekalian menerima pertanggung jawaban ini yang kami akui lebih mirip kumpulan pertanyaan. Salam, dan semoga keadilan tidak menjauhi kita.
Kupang, 31 Agustus
2019
Dewan Juri
Armando Soriano
Stevy
Wulandari Los
Armin
Septiexan
Terima kasih. Kebiasaan baik ini, yakni menyampaikan pertanggungjawaban penjurian, harus dilakukan oleh semua penyelenggara lomba. Di NTT. Penting!
BalasHapus