SDN Bestobe merupakan
satu-satunya sekolah dasar yang terletak di desa Subun Bestobe, Kecamatan Insana Barat Kabupaten TTU. Sekolah ini memiliki 74 orang murid dan terletak tepat di depan kantor desa.
Jauh dari pusat kota, jaringan telekomunikasi tak cukup stabil, tapi anak-anak
tetap memiliki semangat untuk bersekolah. Sebagian besar anak rela berjalan
kaki kilometer jauhnya, pulang dan pergi ke sekolah, dengan pakaian seadanya.
Hanya sedikit anak yang kelihatan memakai sepatu ke sekolah. Sisanya hanya menggunakan sandal sebagai alas kaki. Bahkan, ada juga yang sama sekali tidak beralas kaki.
Setiap hari anak-anak harus menenteng jerigen berisi air untuk dibawa ke sekolah. Padahal ketersediaan air bersih di tempat ini juga sangat susah. Hanya ada dua sumber air yang sering digunakan para warga untuk kebutuhan Mandi, Cuci dan Kakus (MCK), yaitu Embung Nikmeto dan satu sungai kecil.
Di musim kemarau seperti sekarang, air yang biasanya dialirkan dari embung dan ditampung di bak akan macet. Tetap saja, para siswa harus membawa air ke sekolah tanpa banyak alasan. Jika tak membawa air, mereka akan disuruh pulang untuk mengambil air di bak penampung yang jaraknya sekitar satu kilometer dari sekolah. Air yang mereka bawa ini mereka gunakan untuk menyiram tanaman, juga menyiram ruang kelas untuk mengurangi debu yang beterbangan saat proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) berlangsung.
Maklum saja, ruang kelas yang dipakai, jika boleh dibilang masih disebut darurat. Gedung yang terlihat di foto ini, sebagai latar dari anak-anak, adalah ruangan kelas 2. Meski beratap seng, tetapi masih beralaskan tanah dan dindingnya terbuat dari bebak. Bebak adalah dinding yang terbuat dari anyaman pelepah gewang, cepat rusak dimakan rayap, tidak kedap suara dan memiliki banyak lubang. Jumlah meja dan kursi di dalam kelas yang terbatas juga membuat anak-anak harus duduk berhimpitan saat belajar.
Dengan segala kekurangan, anak-anak tidak kehilangan semangat untuk mengejar cita-cita mereka. Senyum dan tatapan manis mereka adalah pertanda bahwa mereka tak pernah kehilangan harapan.
Foto dan cerita: Maria Goreti Ana Kaka
Anak-anak SDN Bestobe membawa jerigen air ke sekolah (Agustus 2019). Foto: Maria Goreti Ana Kaka. |
Hanya sedikit anak yang kelihatan memakai sepatu ke sekolah. Sisanya hanya menggunakan sandal sebagai alas kaki. Bahkan, ada juga yang sama sekali tidak beralas kaki.
Setiap hari anak-anak harus menenteng jerigen berisi air untuk dibawa ke sekolah. Padahal ketersediaan air bersih di tempat ini juga sangat susah. Hanya ada dua sumber air yang sering digunakan para warga untuk kebutuhan Mandi, Cuci dan Kakus (MCK), yaitu Embung Nikmeto dan satu sungai kecil.
Di musim kemarau seperti sekarang, air yang biasanya dialirkan dari embung dan ditampung di bak akan macet. Tetap saja, para siswa harus membawa air ke sekolah tanpa banyak alasan. Jika tak membawa air, mereka akan disuruh pulang untuk mengambil air di bak penampung yang jaraknya sekitar satu kilometer dari sekolah. Air yang mereka bawa ini mereka gunakan untuk menyiram tanaman, juga menyiram ruang kelas untuk mengurangi debu yang beterbangan saat proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) berlangsung.
Maklum saja, ruang kelas yang dipakai, jika boleh dibilang masih disebut darurat. Gedung yang terlihat di foto ini, sebagai latar dari anak-anak, adalah ruangan kelas 2. Meski beratap seng, tetapi masih beralaskan tanah dan dindingnya terbuat dari bebak. Bebak adalah dinding yang terbuat dari anyaman pelepah gewang, cepat rusak dimakan rayap, tidak kedap suara dan memiliki banyak lubang. Jumlah meja dan kursi di dalam kelas yang terbatas juga membuat anak-anak harus duduk berhimpitan saat belajar.
Dengan segala kekurangan, anak-anak tidak kehilangan semangat untuk mengejar cita-cita mereka. Senyum dan tatapan manis mereka adalah pertanda bahwa mereka tak pernah kehilangan harapan.
Foto dan cerita: Maria Goreti Ana Kaka
0 Response to "Para Perawat Mimpi dari Bestobe"
Posting Komentar