Kupang, LekoNTT.com - Mahasiswa
Jangan Tidur, demikian seruan Aliansi Mahasiswa se-Kota Kupang yang melakukan
aksi pada Kamis (26/9/2019). Aksi yang dimulai pada pukul 8.00 Wita ini,
dilakukan dengan long march dari Bundaran
PU hingga Kantor DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT).
Aksi Aliansi Mahasiswa se-Kota Kupang, 26 September 2019. (Foto: KEIL) |
Sebelumnya, beberapa pimpinan universitas di Kota
Kupang mengeluarkan surat edaran yang berisikan larangan terhadap mahasiswa untuk
berdemonstrasi, larangan penggunaan logo, almamater atapun atribut lain yang
mengatasnamakan universitas. Surat edaran tersebut tampak tidak mengurung niat
dan semangat mahasiswa untuk terus berjuang. Suara dan tuntutan keadilan atas
beberapa Undang-Undang dan Revisi Undang-Undang yang kontroversial terus digaungkan.
Menyikapi surat edaran dimaksud, Yeter Tetty, Ketua Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Undana mengatakan, surat edaran tidak
membatalkan semangat mahasiswa untuk berjuang. “Sebagai mahasiswa, katong hargai
kebijakan rektorat. Memang, secara kelembagaan katong sonde diizinkan, tapi
katong punya semangat untuk memperjuangkan masa depan bangsa. Katong turun atas
nama individu yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa se-Kota Kupang,” ungkap
Yeter kepada LekoNTT.com (26/9/2019).
Ketika ditanya mengenai banyaknya kritikan atas
mahasiswa di NTT yang lambat menyikapi situasi bangsa, Yetter menandaskan,
kalau mahasiswa di NTT, khususnya Kota Kupang memang sedang dimangsa sikap
apatis. “Sebenarnya ini persoalan yang dihadapi mahasiswa di Kupang, selalu
apatis terhadap persoalan bangsa bahkan di saat situasi genting. Saya berharap,
kali ini mahasiswa NTT terpanggil oleh keadaan kritis yang sedang dialami
Negara.”
Harapan itu menyata. Ini hari (26/9), ribuan mahasiswa
di Kota Kupang turun jalan, tanpa nama ataupun atribut kampus. Pantauan LekoNTT.com, seluruh mahasiswa hanya
membawa atribut aksi berupa poster-poster berisikan narasi protes, pengeras suara,
dan perlengkapan lainnya. Situasi aksi pun berjalan lancar, damai, tanpa
tindakan anarkis sebagaimana yang dikhawatirkan sebagian besar masyarakat Kota
Kupang.
Massa aksi yang tiba di depan Kantor DPRD NTT sempat
menunggu, sekitar satu jam karena tidak diizinkan masuk oleh aparat kepolisian.
Namun, setelah melalui perundingan panjang, akhirnya mereka diizinkan.
Di lantai dua kantor tersebut, Ketua DPRD NTT, Yunus
Tukandewa, bersama anggota lainnya, Adrian Manafe, Agus Doko, Yan Piter Windi, menerima
dan melakukan audiensi bersama mahasiswa.
Situasi audiensi antara massa aksi mahasiswa dan DPRD NTT. (Foto: Milia) |
Beberapa tuntutan yang diperjuangkan dalam audiensi
itu, antara lain:
Pertama, menolak setiap bentuk pelemahan terhadap Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang termaktub dalam UU KPK, yang baru.
Kedua, menolak setiap bentuk pelemahan terhadap demokrasi
dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)
Ketiga, mengecam tindakan represif oknum polisi terhadap
massa aksi mahasiswa di kota-kota lain.
Keempat, mengimbau seluruh masyarakat Indonesia agar tidak
menggunakan ujaran bernuansa SARA dan tindakan diskriminatif kepada sesama anak
bangsa.
Massa mahasiswa ketika diterima oleh ketua dan
beberapa anggota DPRD NTT menyampaikan poin-poin tersebut. Audiensi yang berlangsung kurang lebih dua
jam, tidak mendapatkan hasil yang diinginkan massa aksi, mahasiswa.
Milia, salah satu peserta aksi, kepada LekoNTT.com mengatakan, DPRD NTT tidak memenuhi
tuntutan-tuntuan mahasiswa, tanpa alasan yang jelas. “Pas kami minta pernyataan
terkait poin-poin tuntutan, Pak Yunus Tukandewa hanya membaca, malah jelaskan ulang
ke kami isi dari poin-poin itu. Setelah batolak bahela, Pak Yunus hanya bilang iya, secara pribadi. Dan mereka bangun,
jalan.” (HET)
Baca juga: Apa Untungnya Mahasiswa Kupang Demonstrasi?
Wakil rakyat kurang waras...
BalasHapus