Diakon Alfredo Saddam Husein Pareto, Pr (Foto: Leko NTT) |
Alfredo Saddam Husein Pareto dalam keseharian lebih
akrab disapa Saddam HP. Anak ke-4 dari delapan bersaudara pasangan Blasius
Bobsen Nahak dan Elisabeth Tahan Fatin ini telah diterimakan tahbisan diakon
pada Jumat (31/5/2019). Saddam bersama ke-18 teman lainnya ditahbis oleh Uskup
Atambua, YM Mgr. Dr. Dominikus Saku, Pr di Kapela Seminari Tinggi St. Mikael
Penfui, Kupang. Pada momen yang sama, buku puisinya diluncurkan.
Motivasi dalam Berproses
Menjalani panggilan
hidup sebagai seorang calon imam, Diakon Saddam memiliki motivasi tersendiri. “Saya
terinspirasi dari Yesus Kristus untuk melayani semua orang tanpa pilih kasih
dan mengajak orang untuk bergembira dalam Allah,” ungkapnya.
Setelah menamatkan
jenjang pendidikan menengah di SMA Seminari St. Rafael Kupang pada tahun 2010,
ia bersama puluhan teman lainnya dibina di TOR Lo’o Damian Emaus, Atambua. Ialah
lembaga orientasi bagi para calon imam diosesan sebelum memasuki perkuliahan. Hingga
pada tahun 2011 sampai 2015, Saddam menjalani masa kuliah di Fakultas Filsafat, Universitas
Katolik Widya Mandira Kupang.
Diakon Saddam HP saat membagikan hostia kepada umat yang hadir dalam misa tahbisan. (Foto: Leko NTT) |
Terhitung sejak seminari menengah, butuh tiga belas
tahun lamanya ia berproses dalam formasi calon imam untuk kemudian ditahbis
menjadi diakon. Banyak pengalaman jatuh-bangun yang dilalui. Ada saat dimana
suara panggilan-Nya terus menggema, ada juga saat dimana suara itu nyaris tak
terdengar. “Saya sering merasa jenuh, tapi melalui hidup doa yang teratur, saya
dikuatkan. Saya pun selalu mencari cara-cara kreatif sebagai variasi dalam
menjalani masa formasi di seminari.”
Semua momen dalam
hidup itu menarik adanya, tapi ada kehidupan lain yang lebih menarik dan sangat
menyenangkan, ialah saat-saat hening (silentium). “Dunia sekarang ini terlalu
ramai, sampai orang tak punya lagi saat hening dan tenang untuk bertemu Tuhan
dan merenungkan kehidupan.” Itu sebabnya, ia kemudian memilih dan merefleksikan
perkataan Bunda Maria sebagai moto tahbisan, Hatiku bergembira karena Allah,
Juruselamatku (Luk. 1:47).
Diakon Saddam
termotivasi untuk menjalani panggilan hidup dengan menghidupi spiritualitas
Bunda Maria. Ia menyadari bahwa segala yang ada, tantangan, halangan dan
sukacita sekalipun memiliki riwayat. “Saya menyadari bahwa semua itu berasal
dari Allah, dan saya mesti tetap bergembira karena Allah adalah penyelamat
saya.”
Diakon Saddam HP diapit kedua saudarinya seusai misa tahbisan, Maria Cornelia Soi Sinas & Margaretha De Aplonia Luruk Nahak |
Tahbisan diakon
telah diterima, bukan berarti sudah mencapai puncak dari panggilan hidup yang
dijalani. Sebab saat tahbisan adalah satu perhentian tersendiri, sebelum ia
memulai lagi perjalanan dalam ziarah hidup yang lebih luas.
Menulis itu Mewartakan
Selain sebagai seorang calon imam, diakon Saddam adalah seorang sastrawan muda NTT yang sangat produktif. Baginya menulis sastra adalah salah satu bentuk motivasi yang lain dalam menjalani panggilan hidup. Walau perihal dunia tulis-menulis ia sebenarnya tidak memiliki motivasi khusus, “Saya tidak punya motivasi apa-apa. Saya menulis karena senang menulis.”
Diakon Saddam
mulai menggeluti dunia menulis sejak seminari menengah. Saat itu ia belajar menulis
bersama dua sastrawan muda lainnya, ialah Mario F. Lawi dan Fr. Giovani Arum
yang sama-sama diasuh oleh Rm. Amanche Franck Oe Ninu, Pr (Frater TOP Seminari
Oepoi saat itu). Produktivitasnya dalam berkarya selain oleh potensi pribadi, didukung juga dengan aktivitasnya di Komunitas Sastra Filokalia dan
Komunitas Sastra Dusun Flobamora.
Diakon Saddam tengah menandatangani buku puisi Komuni atas permintaan pembacanya. (Foto: Komunitas Sastra Dusun Flobamora) |
Selain itu, ia
pernah mengikuti beberapa event kepenulisan antara lain, diantaranya juara II
Lomba Menulis Cerpen
Kementerian
Pemuda dan Olahraga Kategori Penulis Pemula (2013) di Jakarta, salah satu dari 6 penulis Indonesia Timur yang diundang untuk
menghadiri Makassar International Writers
Festival (MIWF) 2014 di Makassar, mengikuti
Workshop Cerpen Kompas 2015 yang
diadakan oleh Harian Kompas bekerja
sama dengan Komunitas Sahaja di Bali, dan
beberapa event lainnya.
Boleh dikata, kecintaannya
terhadap dunia sastra itu sama seperti cintanya terhadap panggilan hidup yang
dijalani. Momentum tahbisan diakon dibarengi dengan peluncuran buku puisi
perdananya pada malam syukuran di rumah orangtuanya (31/5/2019). Perayaan syukur atas tahbisan dan peluncuran buku bukanlah momen hura-hura, tapi kesempatan untuk memampukan orangtua dan keluarga tersenyum bahagia. Itu adalah ungkapan doa paling tulus, menyaksikan mereka merayakan kebahagiaan. "Saya berterima kasih kepada mereka atas semua yang telah mereka berikan. Saya tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikan mereka, selain melalui doa."
Tampilan Buku Puisi Komuni karya Saddam HP |
Puisi pun menjadi pilihan doa paling tulus. Dalam proses kreatif, batinnya mampu membahasakan segala realitas yang melingkupinya. Puisi-puisi dicipta dan jadilah sepilihan. Komuni, demikian judul buku puisi karya Diakon Saddam. Buku yang memuat 27 karya puisi itu diterbitkan oleh Perkumpulan Komunitas Sastra Dusun Flobamora, cetakan pertama Mei 2019. Komuni sendiri adalah salah satu judul puisi yang dipublikasikan di Harian Kompas, pada Sabtu (13/4/2019) dan termaktub dalam buku tersebut. Tampilan puisinya sebagai berikut:
Komuni
Altar yang rapuh
Merayakan memoria.
Di baris keempat depan sibori
Kunanti mukjizat ekaristi.
Perjamuan bukan cuma roti,
Tapi TubuhMu batu hidup,
Merajam sarang-sarang
Penyamun dalam tubuhku.
(Lasiana, 2018,)
Selain mempersiapkan diri menerima tahbisan diakon, Diakon Saddam pun sempat mempersiapkan
antologi puisi tunggal ini. Judulnya pun tampak sinkron dengan momentum berahmat yang
dialaminya. “Dengan menulis, saya bisa mewartakan kebenaran dan kebaikan yang
saya hidupi, kegembiraan dan harapan yang saya imani.”
****
Penulis: Herman Efriyanto Tanouf
0 Response to "Saddam HP Luncurkan Buku Puisi di Hari Tahbisan Diakon"
Posting Komentar