anak-anak tetap berjalan
ke sekolah dengan mimpi
yang seragam, menenangkan
seekor anjing dalam kepala
:menjadi orang tua yang serius.
senin tetap ada, dunia tetap
berputar dalam irama tebe
di bawah mata Tuhan
yang nanar menerjemahkan
berapa air mata
untuk membayar
sebuah kepulangan.
setelah nelci, semuanya
baik-baik saja, sepertinya
Pulang 2
1.
pagi yang kuning, daun jati
dan asap di jalan
2.
jauh di bawah sana, laut
kudengar dari matamu,
sepasang camar, lampara
tak lain rinduku yang selalu
tahu harus berlabuh di mana
3.
Adakah yang lebih sakit
dari setiap kepulangan yang
selalu dibaca kepergian?
4.
Untuk menampung pulangmu
Tuhan rela menjadi peluk
mahalapang di depan pintu :hatiku
5.
Puisi akan memadamkan
arah ketika pulang
selalu berarti namamu
Dalam Warung
Kota ini menciptakan
Tuhan dari semangkok
bakso ketika hujan
kehilangan basahnya. lembap
ciummu menjadi jalan raya
yang memanjang sampai
hari itu, kita menghitung
jumlah penumpang yang tertinggal
di terminal padahal ada janji
pulang dan menghabiskan
segelas teh di beranda
puisi. Hanya kita
yang tertinggal saat itu, sayang.
kau tertinggal di bibirku
dan aku hanyalah kekalahan
di semua puisi-puisi
ini. Tuhan adalah mangkok
bakso kesukaanmu
ketika sekali lagi
ciummu kurasa di ujung
bibirku
yang dingin.
Ricky Ulu lahir di Dili, 27 Juli 1993. Bergiat di Komunitas Leko Kupang, Penggagas Komunitas Pohon Asam.
0 Response to "Pulang | Puisi-Puisi Ricky Ulu"
Posting Komentar