Pariwisata Haram bila Mengabaikan Kesejahteraan Rakyat dan Mengkapling Public Space serta Merampas Wilayah Kelola Rakyat
Semenjak pulau komodo dijadikan sebagai Taman Nasional dan
Pulau Sumba dinobatkan sebagai salah satu pulau terindah di dunia,
pariwisata NTT mulai menjadi incaran
mata para wisatawan asing dan domestik. Dilansir dari media antara news
(22/09/2017), seorang pengamat ekonomi
Dr James Adam menyatakan bahwa jika dilihat dari indikator kunjungan
wisatawan asing maupun domestik ke NTT pada 2015 yang mencapai 449.000 orang
telah meningkat lebih dari dari 100.000 orang pada tahun 2016, maka sektor
pariwisata telah muncul sebagai kekuatan ekonomi baru bagi provinsi NTT.
Rima Melani Bilaut, Divisi SDA Walhi NTT. |
Tidak mau melewatkan potensi emas ini, nahkoda baru
provinsi Nusa Tenggara Timur, Viktor Bung Tilu Laiskodat dan Yosef Nai Soi yang
dinobatkan pada september 2018, memasukan pariwisata sebagai satu dari lima
visi utama selama masa kepemimpinannya 5 tahun ke depan. Hampir setahun
kepemimpinan rezim ini, berbagai gebrakan pariwisata telah dilakukan untuk
mendukung pariwisata NTT mulai dari pemberlakuan english day, penutupan pulau
komodo selama setahun, hingga meluncurkan minuman keras khas NTT yang dikenal
dengan sebutan SOPIA (Sopi Asli).
Kementrian Pariwisata RI juga tidak mau ketinggalan dalam
mendukung pengembangan pariwisata di NTT.
Menurut penuturan Deputi
Pemasaran II Kementrian Pariwisata, Nia Niscaya, Pihak Kemenpar RI
menitikberatkan kepada pemasaran dan penjualan objek-objek pariwisata.
Contohnya melalui iklan-iklan dengan gambar komodo di internet maupun bus-bus
pariwisata di luar negeri
“Di mana ada gula pasti akan banyak semut yang datang
berkumpul”, peribahasa ini mungkin cocok untuk menggambarkan reaksi atas aksi
yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kementrian pariwisata dalam
mempromosikan pariwisata NTT. Selain kunjungan wisatawan, tentu para investor
juga akan berduyun-duyun datang ke NTT untuk berinvestasi.
Keberadaan investasi memang baik untuk mendukung
perkembangan pariwisata NTT. Akan tetapi
jika investasi tersebut merebut ruang untuk mengembangkan perekonomian rakyat
disekitar daerah pariwisata apalagi sampai menimbulkan konflik dan rakyat kehilangan
nyawanya seperti kasus Poro Duka yang terjadi di Sumba Barat, maka investasi
tersebut harus ditolak. Dalam cataan WALHI NTT, lebih dari 70 persen kawasan
pesisir yang merupakan kawasan strategis pariwisata di NTT telah dikuasai oleh
investor besar maupun menengah. Kalau ini terus berlanjut maka, mimpi pemprov
NTT untuk pariwisata kerakyatan hanyalah utopia semata
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah
Nusa Tenggara Timur menegaskan pemerintah provinsi harus mengembangkan model
pariwisata yang berbasis kerakyatan di setiap daerah di NTT yang kaya akan
potensi pariwisatanya. Pariwisata berbasis kerakyatan artinya melibatkan
masyarakat lokal dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program-program
pariwisata. Contoh paling sederhana adalah pertama, memastikan tata kuasa
kawasan berbasis masyarakat dan minimal negara. Agar masyarkat dapat mebangun
fasilitas fasilitas pariwisata yang kemudian berdampak pada peningkatan ekonomi
warga.
Kedua, memberdayakan kios-kios masyarakat lokal yang
menjual hasil produksi masyarakat itu sendiri baik berupa souvenir, tenunan
atau masakan khas di daerah pariwisata. Terlepas dari konsep pariwisata
tersebut halal atau tidak, intinya masyarakat harus mampu menggaji dirinya
sendiri bukan hanya didorong agar digaji oleh pihak investor saja. Dengan kata
lain masyarakat harus dibiarkan berdaulat dan berproduksi di atas tanah
miliknya sendiri.
Melalui model pariwisata ini, masyarakat akan menjadi
penerima manfaat utama dari kegiatan pariwisata sehingga terciptanya
kemandirian ekonomi dari masyarakat. Ketika sudah mampu mandiri, masyarakat
tentu tidak perlu mencari pekerjaan ke luar negeri dan pulang dalam keadaan
tidak berdaya. Pariwisata sebagai kekuatan ekonomi baru bukan hanya untuk
meningkatkan pendapatan daerah melalui pajak yang datang dari investasi tetapi
sebagai kekuatan ekonomi baru bagi rakyat itu sendiri. Dengan demikian provinsi
NTT bukan menjadi provinsi yang kaya potensi wisata tetapi rakyatnya kere.
Rima
Melani Bilaut
Divisi
Sumber Daya Alam WALHI NTT
👍👍👍👍
BalasHapus👍👍👍
BalasHapus